Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menarik Akar Sampai ke Batang Akar

26 April 2020   05:58 Diperbarui: 26 April 2020   06:07 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akar kebangsaan kita dibangun atas dasar perbedaan; baik perbedaan ras, agama, budaya,  bahasa, dan bahkan pandangan politik. Sehingga lahirlah sebuah konklusi yaitu Pancasila sebagai meeting point. Demikian pula dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika muncul sebagai upaya responsibility para hero of the nation dalam mempertemukan titik perbedaan.

Sejarah bangsa kita sudah terbiasa menghadapi perbedaan yang debatable, tetapi juga berhasil menemukan rumusan-rumusan persatuan. Dalam sejarah dituliskan bahwa,  bangsa kita bersatu karena persamaan nasib,  tujuan,  nilai perjuangan, serta tekad bulatnya untuk merdeka. Dan,  alasan yang paling fundamental bahwa anak dan cucunya tidak lagi merasakan pahitnya penjajahan, penindasan, dan kedzaliman yang tidak manusiawi.

Perbedaan memang selalu ada dan merupakan keniscayaan. Dalam Al-Qur'an juga disebutkan secara jelas bahwa Allah bukan tidak bisa membentuk struktur masyarakat yang homogen,  tetapi Allah membiarkan mereka berbeda agar mereka berlomba-lomba dalam kebaikan (QS. 5:48)

Dengan keterangan ini, dapat ditarik sebuah pemahaman yang mendasar bahwa kebaikan itu tidak serta merta menjalankan ibadah yang transendental (melangit), tetapi esensi dari kebaikan adalah mengartikulasikan ibadah langit dengan menghujani kebaikan kepada mahluk bumi tanpa melihat perbedaan yang ada (QS. 2: 177).

Perbedaan bukanlah masalah besar,  jika bisa disikapi dengan pemahaman yang mendalam tentang keesaan wujud. Realitas yang terdeteksi oleh fenomenologi, empirisme, dan materialisme adalah bagian terkecil dari hamparan realitas sejati.

Meminjam teori emanasinya Al-Farabi,  bahwa karena wujud pertama yang menyebabkan wujud selanjutnya ada. Begitupun juga, Ibnu Sina menjelaskan teori yang serupa, yaitu segala sesuatu yang berwujud setelah Allah adalah hasil pancaran/pantulan cahaya Allah. Dari teori emanasi yang dikembang Ibnu Sina inilah lahirnya kajian Nur Muhammad.

Allah sebagai wajibul wujud, sementara langit,  bumi, dan seisinya adalah mumkinul wujud. Jika menelusuri secara mendalam akal pertama sampai akal ke-sepuluh yang dikembangkan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina, maka kita akan menyadari bahwa perbedaan adalah wujud substansinya adalah satu.

Umat Islam sejak awal memang sangat terbiasa dengan perbedaan. Sejak zaman Nabi Muhammad masih hidup perbedaan pendapat sudah ada. Bahkan para sahabat pernah berselisih pendapat dengan Nabi Muhammad soal strategi perang.

Demikian itu,  tidak menyebabkan Nabi marah dan menghujat sahabatnya karena berselisih pendapat dengannya. Apalagi zaman sahabat, begitu banyak perbedaan pendapat dikalangan mereka. Tidak hanya dalam urusan politik,  tetapi juga pada urusan-urusan tafsiran ayat, hukum, dan kebijakan-kebijakan lainnya. Tetapi, tidak lantas membuat mereka saling menghakimi satu dengan yang lain.

Perbedaan adalah rahmat yang Allah berikan sebagai garapan keilmuan. Dengan berbeda kita bisa menghidupkan ruang diskusi untuk berdialektika kalau saya boleh saya meminjam istilah Hegel. Proses dialektika itu penting dalam rangka mendalami suatu peristiwa,  kondisi,  dan keadaan sesuatu dalam rangka menerjemahkan ilmu dan pengetahuan darinya. Proses dialektika; melempar thesis,  anti thesis,  dan menemukan sintesis tanpa perbedaan yang fundamental.

Perbedaan adalah alasan kita untuk berkontestasi, berkompetisi, berdialog, dan bertaaruf. Perbedaan pun, mendorong kita untuk tetap memiliki semangat hidup dan membangun peradaban kemanusiaan. Perbedaan tidak hanya berkontribusi terhadap upaya-upaya baik atas lahirnya sains; psikologi,   antropologi,  biologi, politik, ekonomi, pendidikan,  dan bahkan negara itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun