Mohon tunggu...
Syamsul Ardiansyah
Syamsul Ardiansyah Mohon Tunggu... Relawan - Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

blog ini akan bicara tentang masalah sehari-hari. follow me in twitter @syamsuladzic\r\n\r\nPengelola http://putarbumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Soal Tawuran, Perlu Moratorium Penerimaan Siswa Baru

25 September 2012   17:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kembali, seorang pelajar SMA tewas mengenaskan akibat tawuran. Dan lagi-lagi, kita semua sibuk berpolemik, mencari akar masalah dan cara penyelesaian. Seperti biasa, menteri pendidikan sepertinya marah besar dan sekolah angkat tangan. Berbagai upaya penyelesaian. dilakukan, namun sepertinya regenerasi kekerasan pelajar tidak pernah bisa dihentika n.

Setiap kali terjadi tawuran, kita jadi sibuk mencari apa yang menjadi akar masalahnya. Saking sibuknya mencari akar masalah, kita lantas tidak mewaspadai potensi-potensi terjadinya tawuran yang pertumbuhannya melampaui kemampuan dan daya jangkau kita sendiri. Akibatnya, korban terus berjatuhan pada saat kita tengah berupaya mencari akar masalahnya.

Saya lihat, pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya. Mulai dari membangun dialog di dalam sekolah, antar sekolah, penegakkan hukum bagi pelaku, sampai-sampai konon ada yang dikirim ke tempat pelatihan kopassus untuk dididik disiplinnya. Tapi, sejauh mana upaya-upaya tersebut efektif menghentikan tawuran? Kita sendiri tahu seperti apa hasilnya.

Saya yakin, sebagian siswa sebenarnya terpaksa terlibat dalam tawuran. Ada semacam peer-pressure yang kerap menjebak siswa -siswa yang baik dalam situasi-situasi tawuran. Sebagian lagi, mungkin terpaksa terlibat dalam suatu tawuran karena harus. mempertahankan diri dari serangan-serangan brutal yang barangkali sama- sekali tidak dia pahami penyebabnya. Karena itulah, kita tidak bisa lagi mentoleransi terjadinya tawuran antar pelajar, apalagi yang sampai merenggut kor ban.

Setelah berbagai upaya telah. dilakukan, saat ini kita dituntut untuk tidak lagi. mentoleransi kejadian-kejadian tawuran. Artinya, eksperimentasi tentang solusi sudah banyak dilakukan dan karena hasilnya. kurang efektif, apa boleh buat, terobosan yang lebih tegas harus segera dilakukan. Jangan jadi keledai yang jatuh pada lubang yang sama untuk. kedua, ketiga, atau keempat kalinya.

Usulan solusi yang. saya tawarkan dalam kesempatan kali ini adalah penghentian sementara penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah y ang mana siswanya kerap terlibat dalam tawuran. Penghen tian sementara ini berlaku setidaknya selama tiga tahun ajaran. Setiap sekolah yang dikenai kewajiban melakukan moratorium baru bisa merekrut siswa baru jika siswa kelas satu SMA (atau kelas tujuh untuk SMP) pada tahun ajaran kali ini telah lulus dari sekolah t ersebut.

Moratorium ini mungkin akan terasa seperti sebuah sanksi yang cukup berat. Namun, seandainya upaya-upaya penyelesaian yang selama ini dilakukan menunjukkan hasil yang signifikan, moratorium ini tidak perlu dilakukan. Moratorium ini tidak berlaku umum, hanya berlaku bagi sekolah-sekolah tertentu yang mana pelajarnya memiliki “tradisi” tawuran yang turun-temurun, seperti SMA 6 dan SMA 70 Bulungan, Jakarta Selatan.

Kenapa moratorium penerimaan siswa baru? Pertama, telah dijelaskan di atas, moratorium ini hanya untuk sekolah-sekolah dengan tingkat persoalan tawuran pelajarnya sudah cukup serius dan kronis. Penerapannya dilakukan secara hati-hati dan terpusat. Tidak semua sekolah yang mana pelajarnya terlibat tawuran akan diberlakukan kebijakan moratorium seperti ini.

Kedua, moratorium penerimaan siswa baru ditujukan untuk menghentikan regenerasi kekerasan di sekolah-sekolah yang terindikasi memiliki problem tawuran pelajar yang kronis. Bukan rahasia lagi jika dibalik fenomena tawuran antar pelajar, seperti kasus tawuran SMA 6 vs SMA 70 Bulungan, terdapat kampanye kebencian yang diturunkan oleh siswa senior atau alumni ke siswa-siswa baru.

Saat-saat proses penerimaan siswa baru, khususnya pada saat Masa Bimbingan (MABIM) atau sekarang disebut Masa Orientasi Sekolah (MOS) adalah ajang yang kerap digunakan untuk mentransfer kebencian dan rasa permusuhan terhadap pelajar dari sekolah lain yang dilakukan siswa senior (atau alumni) kepada siswa-siswa baru.

Propaganda dan agitasi tentang kebencian terhadap pelajar dari sekolah lain kadang menjadi materi utama dalam proses “pembentukkan identitas” yang biasanya diakhiri dengan adanya provokasi untuk melakukan penyerangan terhadap siswa-siswa dari sekolah “musuhnya”. Pada awalnya, sebagian siswa yang diprovokasi akan merasa terpaksa “memanggul” identitas tersebut, sampai kemudian seiring waktu dan semakin seringnya terjadi “bentrokkan”, mereka pun pada akhirnya secara sukarela atau terpaksa menerima identitas yang sebenarnya semu tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun