Amien Rais, siapa yang tak mengenalnya. Semua orang di Indonesia ini tentu saja mengenal 'politikus gaek' yang tak lagi punya wibawa ini. Wibawa Amien Rais semakin lama semakin memudar karena 'kebenciannya' pada sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Entahlah mengapa Amien begitu membenci Jokowi. Padahal, kalau ditelusuri asal usul Amien yang juga berasal dari Solo, seharusnya dia bangga karena Jokowi yang juga putra Solo ini dipercaya menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Jika ditarik ke belakang sebelum runtuhnya Orde Baru (Orba), Amien Rais ini adalah seorang dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga berpolitik. Amien kerap melontarkan secara lantang kritik-kritik tajamnya pada penguasa Orba. Bahkan ketika menjabat sebagai Ketua Umum Muhamaddiyah, kritikannya pada penguasa tak menjadi landai.
Keberanian Amien akhirnya mencuatkan namanya di pentas nasional. Dalam berpolitik, Amien mengaku dirinya menggunakan pendekatan high politic atau politik adiluhung, yaitu politik yang didasarkan pada konsep Tauhid sebagai prinsip utamanya. Begitu ideal sepertinya politik adiluhung yang digagas Amien Rais saat itu.
Namun, ketika dirinya sudah berada pada tataran elite politik di negeri ini, cara politik adiluhung  yang begitu luhur itu, tak lagi digunakan Amien. Sepertinya, syahwat kekuasaan telah menggodanya.
Mungkin bagi awam, Amien Rais tetap dianggap menjalankan politik adiluhung, politik yang bersumber dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Namun, tidak menurut Sri Bintang Pamungkas, tokoh politik yang  berani melawan Soeharto saat itu. Sri Bintang justru menganggap Amien Rais itu penghianat reformasi. Alasannya, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut dinilai tidak konsisten dalam memperjuangankan reformasi.
Lain halnya menurut Aktivis 98, Wahab Talaohu. Dia menilai Amien Rais tidak konsisten dalam sikap politiknya. Bahkan, sejak tahun 1998 para aktivis telah menolak Amien Rais.
"Amien Rais brutus reformasi, kami menolak karena sikapnya tidak konsisten. Amien Rais tidak bersikap saat teman-teman kami dipukul dan dipenjara," katanya.
Begitu juga kata Faizal Assegaf. Aktivis 98 ini menilai Amien Rais tak layak sebagai Bapak Reformasi. Yang justru pantas menyandang sebutan Bapak Reformasi adalah Sri Bintang Pamungkas, karena telah memperjuangkan reformasi dan selalu konsisten, tak tergoda kekuasaan.
Ketika rezim orba sudah berhasil tumbang, Amien memasuki tataran politik praktis sebagai Ketua Umum Partai Amanat Asuoan (PAN) dan berhasil menduduki kursi Ketua MPR.