Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kemarahan Prabowo kepada Pers, Kemarahan kepada Demokrasi?

10 Desember 2018   20:50 Diperbarui: 10 Desember 2018   21:30 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto/Intelijen.co.id

Sepertinya tak layak jika seorang calon presiden memarah-marahi Pers (media) yang tidak memberitakan gelaran reuni Alumni 212 di lapangan Monas, 2 Desember 2018 yang lalu. Kegeraman Prabowo itu disampaikan dalam pidato peringatan hari disabilitas Internasional di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu, (5/11/2018). Alasannya, ada media yang dianggapnya tidak menulis jumlah peserta reuni yang mencapai 11 juta orang, seperti yang diklaimnya.

Mungkinkah Prabowo tidak memahami bahwa media sudah sepatutnya memberitakan segala sesuatu sesuai fakta. Karena itu, media mana yang namanya sudah lolos verifikasi faktual dari Dewan Pers dengan sengaja beraninya menyatakan jumlah pasti peserta yang hadir di Monas, apalagi jika jumlahnya berjuta-jutaan, seperti yang diklaim mantan Danjen Kopassus tersebut.

Boleh saja Prabowo mengklaim bahwa reuni Alumni 212 itu adalah satu-satunya acara di dunia ini yang mampu mengumpulkan jumlah massa yang begitu besar. Tapi, mengapa harus memarahi awak media segala? Bukankah media juga punya perhitungan sendiri, mengenai layak tidaknya acara tersebut diberitakan secara masif, bahkan sedetail mungkin. Tentu saja media tidak sembarang  menyebutkan jumlah peserta yang hadir, apalagi klaim Prabowo itu tanpa disertai data yang jelas dan valid.

Sekalipun harus marah atau kecewa, semestinya itu dilakukan oleh panitia penyelenggara. Jika Prabowo yang marah, hal itu justru menimbulkan kecurigaan bahwa capres nomor urut 02 ini punya kepentingan di dalam acara tersebut, yang katanya tak ada kaitannya dengan politik.

Ilustrasi Pilar Demokrasi/Koran-Pagi.net
Ilustrasi Pilar Demokrasi/Koran-Pagi.net
Pers sebagai Pilar ke-4 Demokrasi

Dalam negara demokrasi, seperti Indonesia ini, ada 3 pilar demokrasi yang sudah kita kenal, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, dalam kenyataannya ketiga pilar demokrasi tersebut sudah mulai digerogoti.

Karena itu, begitu miris ketika kita menyaksikan mereka yang ada di dalam 3 pilar demokrasi tersebut satu persatu digelandang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengenakan rompi oranye, dan menyandang status narapidana korupsi.

Meskipun begitu, kita masih punya satu pilar lagi yang akan menjaga demokrasi agar bisa terus berjalan di atas relnya dengan baik, yaitu Pers. Sebagai pilar keempat demokrasi, menurut Mahfud MD, peran pers di Indonesia paling sehat dibandingkan dengan ketiga pilar lainnya. Dengan demikian, pers berperan penting untuk mengawal demokrasi dan konstitusi Indonesia.

"Begitu penting perannya pers ini, saudara punya tugas besar menegakkan konstitusi dalam bernegara," jelas Mahfud.

Sebagai pilar demokrasi, tentu saja Pers diberikan bekal berupa Undang-Undang agar Pers bisa menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun