Mohon tunggu...
Syaidina Sapta
Syaidina Sapta Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya menyukai sejarah, meskipun secara akademik berfokus pada sejarah Indonesia modern. Senang membaca buku-buku sejarah, sosial, sastra, filsafat, hingga manga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bendera One Piece Berkibar: Ketika Budaya Populer Jadi Simbol Gerakan Sosial

3 Agustus 2025   07:14 Diperbarui: 3 Agustus 2025   07:14 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jolly Roger (Bendera Bajak Laut) Straw Hat Pirates dari One Piece

Bendera bajak laut (Jolly Roger) dari serial manga & anime One Piece sedang viral menjadi pembahasan karena banyak yang memasangnya disertai dengan narasi bentuk kritik dan protes ke pemerintah. Isu ini jadi lebih ramai setelah beberapa pejabat malah reaktif dan tendesius, menganggap gerakan ini sebagai provokasi dan makar terhadap negara.

Cerita utama One Piece memang mengangkat isu gerakan perlawanan terhadap otoritarianisme. Dalam ceritanya, kaum naga langit (Tenryuubito) yang dianggap sebagai keturunan pendiri pemerintah dunia dan para bangsawan kerajaan yang diperkuat oleh pasukan Angkatan Laut, kerap kali bersikap otoriter dan eksploitatif demi mengukuhkan kekuasaan mereka. Hukum dan keadilan hanya jadi bahan permainan bagi mereka. Berbagai bentuk kejahatan seperti perbudakan, korupsi, rasisme, manipulasi informasi dan sejarah dilakukan oleh mereka.

Bajak laut yang awalnya berlayar hanya untuk mencari dan mencuri harta karun biasa, sejak kematian Gol D. Roger sang Raja Bajak Laut, beralih memburu One Piece, sebuah harta rahasia yang dianggap bisa mengungkap kebusukan pemerintah dunia selama ratusan tahun. Karenanya, pemerintah dunia sangat anti terhadap bajak laut, bukan karena bajak laut itu melakukan kejahatan tetapi karena bajak laut bisa mengancam kekuasaan mereka.

Faktanya, pemerintah dunia dan Angkatan Laut justru kerap kali berbisnis dengan sejumlah bajak laut jahat jika itu menguntungkan. Akan tetapi jika bajak laut itu sudah tidak bermanfaat, apalagi jika hendak mengincar One Piece dan mengungkap sejarah masa lalu pemerintah dunia, maka bajak laut itu akan dihabisi.

Pemerintah dunia tidak segan-segan melakukan genosida, membunuh para ilmuwan, bahkan melenyapkan rakyat satu kerajaan sekali pun jika dianggap membahayakan kekuasaan mereka. Para arkeolog di pulau Ohara adalah salah satu korbannya. Mereka dihabisi karena penelitian mereka dianggap bisa membongkar sejarah dosa masa lalu pemerintah dunia. Setelahnya, pemerintah dunia dan Angkatan Laut justru memframing para arkeolog Ohara hendak membangkitkan senjata kuno yang berbahaya.

Di antara para bajak laut yang ada, Straw Hat Pirates (Bajak Laut Topi Jerami) adalah kelompok dari karakter utama dalam serial One Piece. Berbeda dengan bajak laut lain yang umumnya beringas dan tidak peduli moral, Monkey D. Luffy dan krunya berlayar untuk berpetualang mencari kebebasan dan mewujudkan impian mereka masing-masing, dengan tujuan utama tentunya juga menemukan One Piece.

One Piece telah menjadi manga (komik) Jepang dengan penjualan terbanyak. Karena popularitasnya, tidak mengherankan jika simbol yang ikonis di One Piece seperti Topi Jerami, dijadikan sebagai simbol gerakan sosial di dunia nyata. Sebab perjalanan kru Straw Hat Pirates memang beroposisi terhadap kepentingan pemerintah dunia yang penuh kebobrokan.

Dalam gerakan sosial, elemen tertentu dari budaya seperti simbol, warna, slogan, atau tokoh bisa digunakan sebagai penegasan bentuk identitas kolektif. Dengan sama-sama menggunakan satu simbol yang sama, terbangun kesadaran dan kepercayaan diri dalam anggota gerakan bahwa mereka berada di pihak yang sama. Hal ini dijelaskan oleh Jaroslaw Chodak dalam artikelnya yang berjudul Symbols, Slogans and Taste in Tactics: Creation of Collective Identity in Social Movement, sebagai berikut:

"Members of social movements directly express their difference by adopting certain styles of behaviour, rituals or symbols."

Srensen & Vinthagen juga menyebut, dengan maraknya gerakan sosial non-kekerasan, budaya kerap kali dijadikan alat untuk mengangkat propaganda dan menarik perhatian publik lebih luas. Salah satu model strategi gerakan non-kekerasan ini ialah dengan meminjam simbol atau budaya yang telah mainstream.

"...powerful symbols or cultural elements can play a role when they are borrowed, creatively used, and integrated into a nonviolent struggle." Tulis keduanya dalam Nonviolent Resistance and Culture.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun