Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Past Lives" dan Seni Melepaskan Masa Lalu

28 September 2025   19:19 Diperbarui: 28 September 2025   19:25 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Netflix

Saya membayangkan diri saya berada di sudut bangku teater, lampu meredup, suara bisik-bisik perlahan pergi. Saya sedang menunggu film diputar, tapi sudah merasa hati saya perlahan dipenggal oleh bagian-bagian kecil dari masa lalu yang pernah menjadi milik saya, yang menjadi sumber perasaan rindu. 

Pasti akan lebih istimewa rasanya jika saya menontonnya di bioskop. Tapi Past Lives tetaplah suguhan film yang akan memberi irisan pedih di dada meski saya cuma menontonnya di laptop. Sungguh menyesal rasanya baru menonton film ini setelah terlambat dua tahun. 

Pada dasarnya film garapan Celine Song ini bukan hanya sekadar film cinta; ia adalah potret hubungan anak-anak yang terpisah oleh waktu, oleh jarak, oleh keputusan yang dibuat tanpa sadar bahwa setiap "ya" membawa konsekuensi, dan setiap "tidak" meninggalkan ruang hampa.

Nora dan Hae Sung adalah dua bocah di Korea yang naif, penuh tawa, dengan dunia yang tampak luas di depan mereka. Permainan, kelembutan, janji tanpa nama. Lalu Nora, yang ketika itu dipanggil Na Young, pergi dengan keluarganya ke Amerika Serikat. Waktu berjalan dengan lambat tapi pasti memisahkan: sekolah, panggilan video, kerinduan yang tersimpan di email yang tak pernah dikirim. Ada adegan Skype malam hari, Nora tersenyum meskipun hatinya tahu bahwa senyum itu tak akan menjembatani semua perbedaan.

Setiap reuni setelah bertahun-tahun adalah badai kecil di dalam peti kenangan yang sudah rapuh. Nora menjadi penulis, tinggal di New York; Hae Sung di Seoul dengan pilihannya, menjadi insinyur, orang yang bertumbuh besar dalam bayangannya sendiri. Ketika mereka bertemu kembali, maka tumbuhlah pertanyan-pertanyaan: siapa kita dulu, dan siapa kita sekarang? Apakah cinta benar-benar soal menguasai masa lalu, atau mengikhlaskan bahwa bagian dari kita sudah hidup di kehidupan yang berbeda? 

Film ini tidak menempel ke satu jawaban. Ia biarkan semuanya terasa mengambang; ada rasa yang tak pernah ditumpahkan, dan ada luka yang tak pernah betul-betul sembuh.

Ada jeda di adegan-adegan itu yang membuat saya merasa kosong. Kamera, ditangani Shabier Kirchner, menangkap wajah Nora yang berubah: saat dia kecil, saat dia muda, dan saat ia dewasa, tertatih-tatih di persimpangan antara harapan dan rasa bersalah. Ada detail lampu senja di New York, feri yang berarak di tepi air, angin malam yang berbisik bahwa banyak keputusan kita jatuh bukan karena kita memilih, tapi karena kita dibawa arus.

Dan ada Arthur, suami Nora. Lelaki yang penuh kepedulian, yang memberi kehangatan sehari-hari. Saya merasa dia bukan bayangan yang harus dilawan, bukan lawan dalam cerita nostalgia. Dia adalah kenyataan Nora. Seseorang yang membuat Nora merasa bahwa pilihan-pilihan yang dibuatnya bukanlah pengkhianatan terhadap masa lalu, tetapi sebuah cara agar masa kini bisa hidup dengan tenang. Film yang dirilis tahun 2023 ini tidak menilai dia sebagai "pengganti" cinta masa kecil, melainkan sebagai bagian dari sesuatu yang membangun diri Nora hingga sekarang.

Saya menonton adegan ketika Hae Sung berada di New York, melihat Nora yang sudah berubah: gaya, bahasa tubuh, bahkan namanya yang menjadi Nora Moon. Ada sesuatu yang membuat saya bersimpati kepada kedua tokoh; mereka berjalan beriringan dan bersisian, namun punya garis yang tak pernah bisa dilanggar, sebuah garis halus yang disebut pilihan, tanggung jawab, dan perasaan takut mengecewakan.

Adegan itu dipotong dengan tawa Nora dan Arthur, lalu sunyi ketika lampu jalan mulai redup. Saya rasa sutradara Celine Song ingin kita mendengar dengung rasa malu dalam sunyi itu, bahwa setiap "mungkin" yang tidak pernah menjadi nyata tetap tinggal, mengendap dalam memori seperti embun di pagi hari.

Kelebihan film ini bukan pada dramanya yang kuat atau plot twist yang mendesak; tapi pada kehalusan yang enggan menyuarakan diri terlalu keras. Percakapan mereka perlahan dan kecil: tentang keadaan cuaca, kota yang baru, film yang mereka tonton, dan betapa asingnya kata "rumah" jika rumahmu dulu adalah satu hal dan sekarang adalah hal lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun