Itulah sebabnya, kebanyakan masyarakat Indonesia termasuk dalam kategori penganut mazhab Syafi'i dan ritualitasnya mengikuti metode an-Nawawi dikarenakan ada aktivitas nalar yang sebelumnya hidup dan ortodoksi Syafi'i tentu saja dibangun oleh relasi-relasi dialektik yang mengedepankan nalar terlebih dahulu sebelum menentukan suatu tindakan hukum.Â
Kesesuaian dengan Syafi'iyah, tentu saja bukan pada aktivitas taqlid-nya, melainkan pada metode berpikirnya yang senantiasa bernegoisasi dengan kenyataan budaya lokal yang dihadapinya. Terdapat celah yang perlu dipelajari dan diteliti lebih jauh dalam hal ini, yang tentu saja membutuhkan berlembar-lembar halaman untuk menjelaskan bukti-bukti kesesuaiannya.
Memang, sekalipun ide-ide reformis Islam yang terutama berasal dari Mesir atau mengalirnya apa yang dijelaskan banyak pengamat sebagai ide "transnasional" Islam dalam pergumulan wacana Islam di Indonesia, tak pernah merubah sedikitpun soal dialektika, resepsi, dan negosiasi yang serta merta memberikan kekhasan terhadap Islam di Indonesia. Betapapun kuatnya arus ide-ide reformis atau modernis yang ingin mengubah wajah "Islam" Indonesia yang disesuaikan dengan apa yang ada dalam pikiran mereka, hanyalah upaya yang mungkin sia-sia belaka.Â
Kesatuan religius masyarakatnya dan sebagian hukum dan adat, umumnya telah bercampur menjadi suatu kesatuan tunggal, dianggap oleh masyarakat Indonesia berjalan dengan baik, sehingga keseimbangan yang benar-benar telah dicapai berabad-abad ini, tidak mudah diganggu atau diubah!