Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Perangkat Desa Terjebak Pragmatisme Politik

17 Januari 2019   12:24 Diperbarui: 17 Januari 2019   12:34 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ribuan orang yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) beberapa waktu yang lalu berkumpul di Istora Senayan Jakarta, dengan tujuan utama tentu saja menagih janji Presiden Jokowi untuk menaikkan status mereka menjadi PNS. 

Setelah setahun sebelumnya, mereka juga sempat menggeruduk lapangan Monas melakukan hal yang sama, menuntut atas peningkatan kejelasan status pekerjaan mereka. 

Hasilnya, beberapa waktu lalu, Jokowi berjanji akan segera mengangkat perangkat desa seluruh Indonesia setara dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) golongan IIA, dimana setiap perangkat desa digaji paling rendah sekitar Rp1,9 juta.

Keputusan Jokowi ini memang kental nuansa politis, tak ubahnya para petahana sebelumnya yang juga memanfaatkan program-program nasional seperti ini demi peningkatan eletoral. 

Desa seolah kehilangan basis kulturalnya yang kuat, bahkan tak lagi menjadi penjaga nilai-nilai tradisi yang mapan, karena nuansa pragmatismenya yang cukup besar. 

Tuntutan para perangkat desa untuk di ASN-kan, tentu saja akan  berdampak sisi pedesaan yang sama dengan perkotaan, karena balai desa tak ubahnya kelurahan yang hampir seluruh perangkat utamanya adalah PNS. 

Pragmatisme akan mengubah wajah desa menjadi "kota" dan lambat laun akar tradisi tercerabut pada akhirnya.

Banyak kritikan muncul soal akan direalisasikannya janji itu beriringan dengan semakin dekatnya Pilpres 2019 mendatang. Sebagai petahana, Jokowi tentu memahami dengan cermat bagaimana strategi politik ini dimanfaatkan. 

Bukan soal political will pemerintah yang bersemangat meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun bisa saja keputusan ini hanya menjadi blunder karena rumitnya soal pengangkatan ASN nantinya. 

Persoalan pengangkatan para guru honorer menjadi PNS saja rasanya masih belum jelas, kini justru dihadapkan dengan persoalan serupa yang semakin memperumit mekanismenya. 

Ditengah beratnya beban anggaran negara ditambah utang yang sedemikian besar, rasa-rasanya kebijakan ini hampir sulit direalisasikan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun