Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Partai Politik Vs Relawan, Deparpolisasi?

26 Maret 2016   14:50 Diperbarui: 14 Februari 2019   23:52 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelompok relawan ini melakukan aktivitas-aktivitas politik—tanpa terikat parpol—sebagai respon atas lemahnya komunikasi antara parpol dengan masyarakat, kurang terbukanya ruang-ruang aspirasi politik masyarakat atau proses rekruitmen pemimpin politik yang hanya merupakan wilayah domain parpol. Kemunculan relawan-relawan politik, bahkan menjadi tren saat ini dan semakin diakui eksistensinya sebagai bagian dari partisipasi politik masyarakat.

Eksistensi para relawan politik mungkin sudah dapat kita baca sejak proses suksesi kepemimpinan Jokowi-JK. Bahkan, relawan secara massif telah menggeser keberadaan parpol dalam berbagai bentuk aktivitas politiknya. Parpol-parpol seakan-akan hanya “pemberi legitimasi” terhadap para relawan politik. Relawan bebas mengekspresikan segala macam aktivitas politiknya tanpa terhambat oleh jalur-jalur formal politik, seperti keterikatan regulasi yang diberikan kepada parpol.

Mereka berkampanye, berdiskusi, membangun opini, menjadi bintang tamu di media massa, melakukan penyadaran politik kepada masyarakat, mencari dana, mengambil simpati massa dapat dilakukan tanpa terikat oleh waktu dan tempat. Tidak terdapatnya regulasi yang jelas mengenai apa dan bagaimana seharusnya para relawan ini melakukan kegiatan-kegiatan politik, maka model relawan kemudian sangat diminati oleh para kontestan politik.

Akibat tidak adanya aturan yang jelas mengenai bagaimana seharusnya aktivitas politik yang dilakukan para relawan ini, maka bisa saja kemudian aktivis-aktivis parpol juga memanfaatkan mereka sebagai “kendaraan” dalam proses perolehan kekuasaan (politik). Kemacetan mekanisme politik yang seringkali terjadi melalui jalur-jalur formal dalam parpol dapat dengan mudah terselesaikan melalui jalur relawan. Dengan demikian, sangat mungkin bahwa anggota-anggota relawan yang terbentuk juga berasal dari kelompok partisan parpol yang tidak puas terhadap kinerja yang dilakukan parpol-nya sendiri.

Dalam era demokratisasi, segala bentuk aspirasi masyarakat, aktivitas politik, kebebasan berpendapat dan membentuk kelompok-kelompok kepentingan memang harus diberikan ruang oleh negara dan negara menjamin hak-hak masyarakat tersebut. Hanya saja, Negara juga berhak untuk mengatur, membina serta mengarahkan kebebasan berpolitik masyarakat dalam sebuah aturan yang jelas, sehingga kebebasan tetap berada pada koridor “tanggungjawab” terhadap rambu-rambu regulasi yang sudah ditetapkan negara.

Keberadaan para relawan saat ini sebagai bentuk partisipasi politik masyarakat nampaknya belum diatur sepenuhnya oleh undang-undang. Maka wajar, jika kemudian beberapa anggota parlemen mengajukan pandangan untuk merevisi undang-undang politik yang ada saat ini.

Untuk tidak menegasikan relawan-relawan lain, relawan “Teman Ahok” yang melakukan aktivitas-aktivitas politik guna mendukung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melalui jalur independen pada kontestasi Pilkada 2017 di Jakarta nanti, merupakan contoh kongkret dari bentuk-bentuk aktivitas politik yang “bebas” karena tidak terikat oleh regulasi formal seperti yang diberikan kepada parpol. Mereka berkampanye, melakukan edukasi politik, melakukan pencitraan, menjaring anggota-anggota baru atau bertemu dengan pihak-pihak yang “dekat” dengan kekuasaan merupakan bentuk “deparpolisasi” yang nyata, karena aktivitas tersebut seharusnya merupakan domain parpol dalam proses-proses atau upaya-upaya dalam memperoleh atau mempengaruhi kekuasaan (politik).

Dengan demikian, harus dibuat sebuah regulasi yang jelas mengenai bentuk, aktivitas dan “domain politik” para relawan ini, yang saat ini justru mulai menjamur dalam setiap kontestasi politik. Ketika terus dibiarkan secara “bebas” para relawan bisa saja menjadi  “elite” baru dalam masyarakat yang tercipta hasil dari “penggembosan” terhadap kinerja parpol yang kurang memuaskan saat ini. Ketika para relawan ini menjadi “elite” maka mereka akan memilik “bargaining position” terhadap kekuasaan atau negara, sehingga proses transaksionalisasi politik tak ubahnya seperti yang selama ini dijalankan dalam mekanisme parpol. Lalu pertanyaannya, bagaimana nasib parpol jika “domain politik” lebih banyak dimainkan oleh para relawan?

Wallahu a’lam bissahawab     

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun