Di sebuah desa di Surabaya terdapat fenomena alam yang menggemparkan. "Sebuah gundukan tanah yang dalam waktu tertentu mengeluarkan lumpur dan cairan mirip minyak, namun tidak membahayakan" tukas Kemas, seorang warga desa Gunung Anyar Tengah Surabaya. Letak gundukan tanah yang disebut warga tanah gunung itu berada di wilayah RW 2. Dari Jalan Gunung Anyar Lorong, dari arah utara bisa ditemui dengan belok kiri di Gang Gunung Anyar Tengah Gang V. Di ujung gang, terlihat sebuah lapangan yang dimanfaatkan untuk sepak bola. Sementara, di belakangnya, terdapat gundukan tanah yang terlihat pinggir-pinggirnya ditumbuhi kaktus dan pohon trembesi, serta beberapa jenis tanaman lainnya. Â
    Untuk menunjang syiar Islam, mereka lantas berniat membangun masjid di kawasan Gunung Anyar Lor. Untuk menguruk tanah yang masih berupa rawa-rawa, mereka mengambil tanah urukan dari lokasi yang agak jauh dengan pembangunan masjid. Saat mengambil tanah itulah, sebagian tanah ada yang tercecer hingga membentuk suatu gundukan tanah. Ketika urukan masjid sudah selesai gundukan tanah yang menumpuk itu makin kelihatan.Â
    Cerita lain di masyarakat, keberadaan Gunung Anyar ini lebih dulu dari Gunung Semeru.
"Gunung Anyar ini tidak bisa setinggi Gunung Semeru karena ada mbok rondo (janda tua) yang nggedrugno wakul (memukulkan tempat nasi) ke tanah secara berulang-ulang," tambah Aminudin, warga Gunung Anyar Tengah lainnya yang mengaku lahir dan besar di kampung ini. Sehingga dari dulu hingga sekarang, Gunung Anyar itu tidak dapat tinggi seperti halnya gunung aktif lainnya. Kondisi saat ini luberan lumpur yang menyembur ke permukaan dari Gunung Anyar itu berupa lumpur asin dan mengandung minyak. Warnanya hitam pekat, bahkan salah satu titik mengeluarkan cairan seperti minyak. Arah semburan dan melubernya lumpur Gunung Anyar ini juga memunculkan mitos di kalangan warga. Jika luberan lumpur banyak yang mengarah ke barat, maka pertanda hasil panen tidak baik. Namun, bila luberan lumpur itu banyak yang mengarah ke timur, maka itu pertanda hasil panen akan baik.
    Kalau misalnya di tempat ini dibangun bagus, tentu bisa menjadi tempat tujuan wisata bagi orang luar kampung. Dibuat taman atau apa, bisa saja," ungkap keduanya. Selain tanah gunung, di kampung ini ada sekolah Al-Islah. Di sekolah inilah, Mohammad Nuh, mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember 1945 (ITS) Surabaya dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) era kabinet Indonesia Bersatu II, serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) kabinet Indonesia Bersatu I kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, menyelesaikan sekolah dasarnya.
"Beliau juga lahir di kampung Gunung Anyar Tengah ini. Tempat tinggalnya di depan YPI (Yayasan Pendidikan Islam) Al Islah," cerita Kemas.
    Dari buku yang ditulis Mohammad Nuh berjudul "Menyemai Kreator Peradaban, Renungan tentang Pendidikan, Agama dan Budaya", Pak Nuh, sapaan akrabnya, mengakui, dirinya lahir dan besar di kampung Gunung Anyar. Di kampung yang dikenal religius inilah, dia mengaku, mendapat budaya dan belajar dasar agama yang kuat. Orangtuanya, almarhum H Muchammad Nabhani adalah seorang petani, dan ibunya, Hj Munziyati, ibu rumah tangga, sekaligus usaha peracangan di kampung itu. Lurah Gunung Anyar, Annita Hapsari menambahkan, di kampung ini, masih banyak warga yang punya sawah.
"Jadi lahan yang akan dipakai pembangunan MERR nanti ada yang masih sawah. Hal ini menunjukkan daerah ini merupakan kampung bersejarah kota Surabaya," tambah Annita.
Baik Kemas, Aminudin dan Annita, berharap dengan adanya jalan MERR, budaya lokal dan sejarah kampung Gunung Anyar bisa tetap terjaga.