Mohon tunggu...
Syafira Qolila Nurjanah
Syafira Qolila Nurjanah Mohon Tunggu... Sejarawan - Be greatful you

Be Greatful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Alam Gunung Anyar Surabaya

20 Januari 2021   13:01 Diperbarui: 20 Januari 2021   13:09 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                Di sebuah desa di Surabaya terdapat fenomena alam yang menggemparkan. "Sebuah gundukan tanah yang dalam waktu tertentu mengeluarkan lumpur dan cairan mirip minyak, namun tidak membahayakan" tukas Kemas, seorang warga desa Gunung Anyar Tengah Surabaya. Letak gundukan tanah yang disebut warga tanah gunung itu berada di wilayah RW 2. Dari Jalan Gunung Anyar Lorong, dari arah utara bisa ditemui dengan belok kiri di Gang Gunung Anyar Tengah Gang V. Di ujung gang, terlihat sebuah lapangan yang dimanfaatkan untuk sepak bola. Sementara, di belakangnya, terdapat gundukan tanah yang terlihat pinggir-pinggirnya ditumbuhi kaktus dan pohon trembesi, serta beberapa jenis tanaman lainnya.  

Dok. pribadi
Dok. pribadi
      Asal muasal gunung ini sangat kontroversi. Beberapa mengatakan bahwa gunung ini ada tanpa disengaja, dan beberapa lainnya mengatakan bahwa gunung ini adalah hasil perbuatan manusia. Gunung kecil itu menjadi daya tarik tersendiri di kampung kelahiran mantan Rektor ITS dan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh. Nama desa tersebut juga sangat unik. Gunung Anyar. Gunung dalam bahasa Indonesia yang berarti Gunung, dan Anyar yang berarti Baru. Jadi Gunung Anyar berarti Gunung Baru. Tetapi, apakah gunung ini benar-benar baru?        Kemas A. Chalim, warga Gunung Anyar Tengah, mengungkapkan berdasarkan cerita turun temurun, konon bukit tandus seluas satu hektare ini bermula dari sejumlah ulama dari Demak, Jawa Tengah, yang hendak menyebarkan agama Islam di kawasan ini."Tiga ulama yang disebut sebagai orang yang pertama kali datang dan membangun wilayah Gunung Anyar adalah Mbah Mahmud, Mbah Amir dan Mbah Tejang Kalong. Yang dianggap paling sepuh adalah Mbah Mahmud," cerita Kemas.

       Untuk menunjang syiar Islam, mereka lantas berniat membangun masjid di kawasan Gunung Anyar Lor. Untuk menguruk tanah yang masih berupa rawa-rawa, mereka mengambil tanah urukan dari lokasi yang agak jauh dengan pembangunan masjid. Saat mengambil tanah itulah, sebagian tanah ada yang tercecer hingga membentuk suatu gundukan tanah. Ketika urukan masjid sudah selesai gundukan tanah yang menumpuk itu makin kelihatan. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi
       Cerita versi lainnya, Mbah Mahmud yang mengambil tanah urukan untuk masjid itu tidak mengetahui jika di dekat masjid terdapat gundukan tanah."Saat urukan tanah masjid itu selesai, Mbah Mahmud baru tahu jika ada gumuk (gundukan) tanah yang tidak jauh dari lokasi masjid," papar dia. Karena melihat ada gumuk tanah itulah warga setempat menamai kampung itu dengan, Gunung Anyar.

        Cerita lain di masyarakat, keberadaan Gunung Anyar ini lebih dulu dari Gunung Semeru.
"Gunung Anyar ini tidak bisa setinggi Gunung Semeru karena ada mbok rondo (janda tua) yang nggedrugno wakul (memukulkan tempat nasi) ke tanah secara berulang-ulang," tambah Aminudin, warga Gunung Anyar Tengah lainnya yang mengaku lahir dan besar di kampung ini. Sehingga dari dulu hingga sekarang, Gunung Anyar itu tidak dapat tinggi seperti halnya gunung aktif lainnya. Kondisi saat ini luberan lumpur yang menyembur ke permukaan dari Gunung Anyar itu berupa lumpur asin dan mengandung minyak. Warnanya hitam pekat, bahkan salah satu titik mengeluarkan cairan seperti minyak. Arah semburan dan melubernya lumpur Gunung Anyar ini juga memunculkan mitos di kalangan warga. Jika luberan lumpur banyak yang mengarah ke barat, maka pertanda hasil panen tidak baik. Namun, bila luberan lumpur itu banyak yang mengarah ke timur, maka itu pertanda hasil panen akan baik.

       Kalau misalnya di tempat ini dibangun bagus, tentu bisa menjadi tempat tujuan wisata bagi orang luar kampung. Dibuat taman atau apa, bisa saja," ungkap keduanya. Selain tanah gunung, di kampung ini ada sekolah Al-Islah. Di sekolah inilah, Mohammad Nuh, mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember 1945 (ITS) Surabaya dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) era kabinet Indonesia Bersatu II, serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) kabinet Indonesia Bersatu I kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, menyelesaikan sekolah dasarnya.
"Beliau juga lahir di kampung Gunung Anyar Tengah ini. Tempat tinggalnya di depan YPI (Yayasan Pendidikan Islam) Al Islah," cerita Kemas.

       Dari buku yang ditulis Mohammad Nuh berjudul "Menyemai Kreator Peradaban, Renungan tentang Pendidikan, Agama dan Budaya", Pak Nuh, sapaan akrabnya, mengakui, dirinya lahir dan besar di kampung Gunung Anyar. Di kampung yang dikenal religius inilah, dia mengaku, mendapat budaya dan belajar dasar agama yang kuat. Orangtuanya, almarhum H Muchammad Nabhani adalah seorang petani, dan ibunya, Hj Munziyati, ibu rumah tangga, sekaligus usaha peracangan di kampung itu. Lurah Gunung Anyar, Annita Hapsari menambahkan, di kampung ini, masih banyak warga yang punya sawah.
"Jadi lahan yang akan dipakai pembangunan MERR nanti ada yang masih sawah. Hal ini menunjukkan daerah ini merupakan kampung bersejarah kota Surabaya," tambah Annita.
Baik Kemas, Aminudin dan Annita, berharap dengan adanya jalan MERR, budaya lokal dan sejarah kampung Gunung Anyar bisa tetap terjaga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun