Mohon tunggu...
Syaefunnur Maszah
Syaefunnur Maszah Mohon Tunggu... Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Concern pada masalah sosial kebangsaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

ASN: Gemuk Tanda Makmur atau Buruknya Kesehatan

26 Juli 2025   09:03 Diperbarui: 26 Juli 2025   09:03 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Obesitas. (kumparan)

Tingginya angka obesitas di kalangan aparatur sipil negara (ASN) DKI Jakarta bikin banyak orang mengernyitkan dahi. Apakah benar makin gemuk itu tanda makin makmur? Atau justru sinyal bahaya bahwa pola hidup para pelayan publik kita sedang tidak baik-baik saja?

Sebuah laporan medis dari Pemprov DKI Jakarta baru-baru ini menyebutkan bahwa lebih dari 62 persen PNS yang menjalani pemeriksaan kesehatan mengalami obesitas. Angka ini bukan sekadar statistik---ini adalah gambaran nyata bahwa ada yang salah dalam gaya hidup birokrasi kita. Gubernur Jakarta Pramono Anung pun langsung bereaksi dengan mengatakan bahwa mulai sekarang, olahraga akan diwajibkan bagi seluruh ASN.

Seperti dikutip dari artikel The Jakarta Post berjudul "High obesity rate among Jakarta civil servants highlights poor lifestyle", ditulis oleh Gembong Hanung dan terbit pada 25 Juli 2025, data ini diperoleh dari hasil cek kesehatan terhadap 9.936 ASN. Mayoritas masuk dalam kategori obesitas tingkat satu (BMI 25--29,9), dan sisanya bahkan sudah berada di level obesitas berat (BMI 30 ke atas). Angka ini jelas bikin geleng-geleng kepala, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas utama ASN: melayani masyarakat.

Obesitas di kalangan ASN bukan cuma soal penampilan atau ukuran seragam. Ini menyangkut produktivitas kerja, risiko penyakit kronis, dan juga beban anggaran kesehatan negara. ASN yang tidak fit lebih rentan terkena diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung, yang ujung-ujungnya mengganggu kinerja pelayanan publik. Bayangkan kalau petugas layanan publik harus bolak-balik cuti sakit karena gaya hidupnya sendiri.

Dalam Islam, menjaga kesehatan bukan sekadar anjuran medis, tapi juga bagian dari ajaran agama. Ulama moderat Mesir, Syekh Ali Jum'ah, menegaskan bahwa menjaga kesehatan adalah bentuk amanah. "Tubuh ini milik Allah, dan kita diminta untuk merawatnya," ujarnya. Hal ini juga sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW: "Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah." Kuat di sini tentu mencakup kekuatan fisik, bukan hanya spiritual.

Dari sisi teori perubahan perilaku, ahli psikologi James O. Prochaska menjelaskan melalui Transtheoretical Model of Behavior Change bahwa mengubah gaya hidup tidak bisa instan. Ada tahapannya: mulai dari sadar, mempertimbangkan, mencoba, lalu konsisten. ASN yang obesitas mungkin sebenarnya tahu pentingnya hidup sehat, tapi kalau lingkungannya tidak mendukung, mereka bisa stuck di fase "niat doang".

Kalau kita tengok ke luar negeri, ada banyak contoh menarik. Di Jepang, para pegawai negeri sering ikut undkai, semacam kegiatan olahraga rutin bareng di kantor. Mereka juga lebih banyak jalan kaki dan naik sepeda. Sementara di Swedia, ada kebijakan bernama friskvrdsbidrag---semacam subsidi atau insentif untuk aktivitas kebugaran pegawai. Pemerintahnya tidak cuma mengimbau, tapi benar-benar menyediakan sarana dan insentif untuk hidup sehat.

Dari situ, kita bisa ambil dua pelajaran penting. Pertama, gaya hidup sehat tidak bisa hanya dibebankan ke individu. Lingkungan kerja dan kebijakan institusi harus mendukung. Misalnya, waktu kerja fleksibel untuk olahraga, fasilitas olahraga di kantor, atau bahkan tantangan kesehatan berhadiah. Kedua, pemimpin birokrasi harus memberi contoh. Gubernur bersepeda boleh jadi awal yang baik, tapi harus ditiru dan diperluas oleh pejabat-pejabat lain.

Bagi masyarakat umum, kasus ASN ini adalah cermin besar. Kalau orang-orang kantoran saja yang punya akses informasi dan fasilitas bisa obesitas, apalagi masyarakat umum yang lebih sibuk, terbatas ruang gerak, dan minim edukasi soal hidup sehat. Jadi, momentum ini bisa dijadikan pengingat untuk kita semua: yuk, ubah gaya hidup sebelum tubuh kita jadi korban.

Menjadikan ASN sebagai pelopor gaya hidup sehat bukan hanya demi mereka sendiri, tapi juga demi rakyat yang mereka layani. ASN yang sehat berarti layanan yang lebih cepat, ramah, dan bebas dari gangguan penyakit. Jika program seperti Jakarta Berjaga bisa diterapkan serius, bukan tidak mungkin birokrasi kita akan lebih segar---secara harfiah maupun kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun