Mohon tunggu...
Sxtsr
Sxtsr Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Gandhi

13 Desember 2016   23:38 Diperbarui: 14 Desember 2016   00:14 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 “NOBODY CAN HURT ME WITHOUT MY PERMISSION”

Mahatma Gandhi

Sudah bisa ditebak, 2016-2017 adalah tahun penuh keceriaan politik di media sosial, tebukti dengan munculnya kembali mulut-mulut kompor dan kuping-kuping tembaga yang cepat panas. Muncul kembali unsur kimia yang semula menghilang, seperti penghinaan dan teraniaya. Khusus untuk edisi kali ini ditemukan unsur kimia baru untuk ditambahkan pada tabel periodik elemen yaitu unsur penistaan, yang notabene sebenarnya hanya berlaku di Jakarta saja. Orang-orang kemudian menjadi ramai membahas trending topik terkini tentang PILKADAL jakarta hingga lupa dengan calon-calon KADALnya sendiri.

Jadi teringat pada masa SMA di sebuah SMA kecil homogen penuh tapir di bilangan Demangan. Setiap hari siswa selalu bergumul dengan bahasa vulgar bertendensi hinaan, cacian, dan makian yang bahkan GURU-pun tidak lepas darinya. Mulai dari anggota tubuh, binatang, nama bapak, jenis suku, dan bintang film ikut menyemarakkan suasana di sekolah. “Baper” dan playing victimadalah kesalahan terbesar seorang siswa ketika menerima hinaan, yang justru berhadiah hinaan dan cacian yang semakin besar.

Sekolah di disana mungkin tidak mengajarkan untuk bermulut manis, sopan, dan santun. Tapi yang jelas kami di sana diajarkan untuk menempa kuping yang bertulang lunak agar menjadi keras dan tahan panas. Jika tidak mampu bertahan dalam lingkungan hidup yang keras seperti itu, tidak akan ada sejarahnya seorang siswa cina mampu membuat kaos “Ada Apa Dengan Cina?” untuk menguras uang para siswa jawa, cina, batak, dan lainnya.

Kata-kata tidak akan menjadi sebuah hinaan jika kita tidak memaknainya sebagai hinaan.

Ada tidaknya penghinaan atau penistaan sebenarnya tergantung diri kita sebagai pendengar memaknainya. Ahok atau siapapun bisa saja berkata “dibohongi pakai Al-maidah 51”, tapi itu tidak akan merubah status orang islam menjadi nista. Tidak akan menghentikan orang untuk sholat 5 waktu. Tidak akan merubah apapun.

 Jadi ketika kalian ramai-ramai berteriak bahwa Ahok telah menistakan islam, kalian sendirilah yang sebenarnya mengijinkan untuk dinistakan.

Sekali lagi ,

“NOBODY CAN HURT ME WITHOUT MY PERMISSION”

Mahatma Gandhi

SXTSR

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun