Ke Pelabuhan Seberang
Oleh: Suyito Basuki
Dalam perjalanan kembali Ke Jawa setelah mengikuti sidang gerejawi dari Lampung Sumatra, saya meninggalkan Pelabuhan Bakaheuni menuju Pelabuhan Merak, maka bersama penumpang kapal yang lain, saya duduk di ruang kelas ekonomi. Ada juga penumpang yang memilih kelas 1 yang memiliki ruang AC. Â Kami perkirakan 3 jam lagi, akan sampai di Pelabuhan Merak.
Kami duduk dengan menikmati goyangan kapal, ke kanan dan ke kiri. Â Ada yang saling bercakap dengan teman atau keluarga yang duduk di sebelah. Â Ada pula yang mencoba merebahkan tubuh di kursi plastik yang berjajar. Â Meski goyangan kapal kadang terasa sekali, berarti ada ombak yang cukup besar menerpa kapal, para penumpang tidak ada yang kelihatan takut atau panik. Â Seolah semua sudah pasrah betul dengan kendali nakoda kapal. Â Pikiran semua penumpang hanya satu: yakin bahwa pada saatnya pasti akan sampai di pelabuhan seberang.
Saat kita bepergian dengan menumpang kendaraan apa pun, pasti merasakan kepasrahan semacam itu. Â Ketika pergi ke Jakarta dengan naik pesawat di Bandara Ahmad Yani Semarang misalnya, kita pun memiliki keyakinan bahwa sekitar 1 jam lagi kita pasti akan sampai ke Jakarta. Â Kita pasrah pada kemampuan pilot dalam mengendalikan pesawat yang kita tumpangi. Â Demikian pun jika kita menumpang bus, pastilah kita juga pasrah dengan ketrampilan sopir bus dalam mengantar penumpangnya sampai ke tempat tujuannya.
Dalam situasi pasrah itu, kita tidak berupaya untuk mengambil alih kemudi atau bahkan protes. Â Kita betul-betul pasif. Â Oleh karenanya kita ada yang tertidur atau ngobrol dan melakukan aktivitas-aktivitas kecil, yang dapat menjadi perintang-rintang waktu, seperti melakukan selfi atau kirim-kiriman WA dan lain-lain.
Hidup di dunia ini ibaratnya juga seperti sebuah perjalanan yang menuju ke suatu tempat atau pelabuhan tertentu. Â Tempat atau pelabuhan tertentu tersebut bisa sebuah pengharapan kekal atau kekinian. Â Meski kita melakukan upaya, tetapi sangat baik kalau disertai dengan kepasrahan mutlak kepada Yang Maha Kuasa. Â
Karena sesungguhnyalah Yang Maha Kuasalah yang menjadi juru mudi kehidupan manusia, yang tentunya kita yakini sangat piawai membawa biduk bahtera kehidupan kita, menuju pelabuhan seberang yang sangat didambakan. Â
Meninggalkan tahun 2021 dan memasuki awal tahun 2022 pastilah kita memiliki pengharapan-pengharapan, meski ada juga rasa kekhawatiran. Â Marilah berserah pada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai nakoda, pilot kehidupan kita, sambil tetap berupaya mengerjakan bagian-bagian yang menjadi tanggung jawab kita. Â Selamat memasuki tahun baru 2022, semoga tetap sehat, semangat, bahagia dan sukses senantiasa!