Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa pendidikan merupakan usaha membimbing dan menanamkan nilai-nilai pada kepribadian manusia, sehingga manusia dapat menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat atau esensi kehidupan (baca: kebahagiaan) dan menuangkan, menghayati, melembagakannya di pada kehidupan sehari-hari.
Maka kemudian diperlukan sikap etika dan moralitas pendidikan baik dari peserta didik, penyelenggara pendidikan, penentu kebijakan, dan seluruh stakeholder pendidikan. Menyitir pendapatnya Franz Magnis-Suseno, bahwa etika dan moralitas pendidikan ini dapat kita rangkai dalam ranah: (1) Kejujuran, (2) Otentisitas, (3) Bertanggung jawab (6) Kemandirian Moral (4) Keberanian Moral (5) Kerendahan Hati, (6) Realistik & Kritis.
Secara logis dan universal, dapat kita katakan bahwa keenam sikap yang dimiliki oleh individu ini merupakan sikap kepribadian moral yang kuat. Dan dapat dijadikan referensi integritas manusia. Sikap -- sikap seperti ini mesti direnungkan, ditelaah, dihayati, diamalkan setulus-tulusnya bagi peradaban kemanusiaan semesta.
Kejujuran
Perlu kita sadari, dasar setiap usaha menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa sebuah kejujuran kita sebagai manusia tidak maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak seia sekata dengan diri sendiri dan itu menandakan bahwa kita belum sanggup mengambil sikap yang tegak lurus.
Orang yang tidak lurus tidak mengambil dirinya sendiri sebagai sebuah titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan diharapkan oleh orang lain. Ia bukan tiang, melainkan berdera yang dapat mengikuti segenap arah angin. Ia bahkan tidak tahu kompas kehidupan, karena pada posisi apa ia sedang berdiri.
Tanpa adanya sebuah kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya kehilangan nilainya. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan bahkan sering beracun. Begitu sikap terpuji seperti sepi-ing pamerih & rame ing gawe menjadi sarana kelicikan dan penipuan apabila tidak berakar pada kejujuran yang murni.
Termasuk sesuatu yang sama berlaku bagi sikap tenggang rasa dan mawas diri: tanpa adanya sebuah kejujuran dua sikap tersebut tidak lebih dari sikap berhati-hati dengan tujuan untuk tidak ketahuan maksud yang sebenarnya.
Pada sekolah-sekolah tertentu dibuka kantin kejujuran. Dimana siswanya secara jujur, mengolah, merencanakan jual beli dagangan di sekolah. Hal ini semata-mata sedari dini membentuk generasi anak bangsa memenuhi sikap kejujuran. Dibentuk di sekolah, kemudian bisa berpengaruh pada masyarakat dimana mereka tinggal, bahkan kejujuran membentuk bangsa dan negara yang bermartabat. Ini adalah contoh sikap kejujuran yang sudah dapat dilembagakan di sekolah.Â
Mari kita pelajari bersama bahwa sikap jujur membawa dapat mengantarkan masa depan yang gemilang pada anak-anak generasi emas kita. Â