Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MUI, LSM yang Bahayakan NKRI

11 Februari 2014   11:30 Diperbarui: 28 September 2015   08:49 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_294902" align="aligncenter" width="550" caption="detik.com - Gedung MUI senilai Rp 8,9 miliar"][/caption]

Artikel ini mencoba masuk dalam polemik seputar sesat-menyesatkan yang dilakukan oknum MUI terhadap Syiah, sebagaimana ditulis Dewa Gilang di sini dan Teguh Suprayogi di sini. Pertanyaannya adalah, apakah MUI atau oknum pengurus MUI memiliki kewenangan atau hak untuk "mengadili" atau menyatakan sesat/menyimpang keyakinan agama yang berbeda?

Jika kita telusuri sejarah pendirian dan bentuk badan hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan terlihat gambaran yang utuh. MUI berdiri tanggal 26 Juli 1975 (17 Rajab 1395). Gawatnya, MUI didirikan sebagai bentuk "politisasi agama" oleh rezim waktu itu (orde baru, Soeharto), yang terbukti dari unsur pembentuk MUI tidak hanya Ormas Islam, melainkan juga unsur Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan POLRI.

Sebelum itu (sebelum 1975) tak pernah ada MUI di Indonesia. Waktu itu umat Islam di Indonesia baik-baik saja, jauh lebih rukun dibandingkan setelah MUI didirikan. Tidak ada lembaga (LSM/ormas) yang suka obral "fatwa" sesat-menyesatkan keyakinan agama yang berbeda, yang pada gilirannya menjadi "pembenar" bagi kelompok reaksioner garis keras untuk melakukan tindakan represi.

Setelah MUI didirikan mulailah oknum-oknum pengurus MUI baik di pusat maupun di daerah melakukan "tebar fatwa" sesat-menyesatkan terhadap aliran agama yang berbeda, seperti Syiah dan Ahmadiyah, sebut saja dalam kasus Syiah Sampang oleh MUI Madura dan Jawa Timur. Di tingkat pengurus MUI Pusat ada pula penyesatan terhadap Syiah, misalnya, melalui buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia (2013) (bisa diunduh di sini)

[caption id="attachment_295106" align="aligncenter" width="600" caption="https://twitter.com/gilankramon/status/431111752793997312/photo/1 - Kata Quraish Shihab"]

1392186631468035393
1392186631468035393
[/caption]

Padahal, MUI hanyalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan (Ormas), sama sekali tidak punya kewenangan hukum, kewenangan logis-moral, dan kewenangan teologis untuk menyesatkan keyakinan agama yang berbeda dengan dirinya. Keliru jika ada anggapan MUI adalah lembaga resmi negara. Bukan.

Tidak ada satupun aturan hukum yang bersifat konstitusional di Indonesia yang memberi kewenangan MUI untuk menyesatkan keyakinan agama yang berbeda. Di Indonesia semua keyakinan agama setara di mata hukum dan diakui oleh konstitusi negara UUD 1945 khususnya Pasal 28I dan Pasal 29.

Kalaupun ada penyesatan oleh oknum (atau institusi MUI itu sendiri) maka itu hanyalah pendapat (opini) yang tak mengikat siapapun, bahkan tak layak disebut "fatwa". Pasalnya, fatwa merupakan keputusan atau nasehat resmi dari lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, yang diberikan ketika ada yang meminta fatwa, bukan ujug-ujug fatwa diberikan atau diobral tanpa ada yang meminta.

Di Indonesia tak mengenal otoritas resmi lembaga Islam yang berwenang mengeluarkan fatwa seperti Mufti di Saudi Arabia. MUI hanyalah LSM/ormas, yang kedudukannya sama dan setara dengan LSM/Ormas Islam lainnya, seperti NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, IJABI, Perti, dll. NU dan Muhammadiyah bahkan lebih besar dibandingkan MUI.

Jika oknum pengurus atau anggota MUI (atau MUI sebagai institusi) melakukan "fatwa" sesat-menyesatkan keyakinan yang berbeda maka pendapat/opini tersebut tak mengikat, setara pendapat siapapun, seperti pendapat orang per orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun