Ciri komunikasi politik ala Joko Widodo adalah rendah hati dan sabar. Dengan pola ini ia menggunakan istilah-istilah, perumpamaan, dan pemosisian diri sebagai orang kecil yang seolah bukan siapa-siapa. Perumpamaan sebagai semut adalah diantaranya. Semut melawan gajah. Ia juga sering mengulang-ulang kalimat bahwa kubunya "tidak punya uang".
Perumpamaan "semut" ada benarnya juga. Kubu Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama hanya didukung dua partai (PDI Perjuangan dan Gerindra) yang hanya menguasai 18% suara di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Berbanding jomplang dengan kubu Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli yang diumpamakannya sebagai "gajah" yang sedang mengeroyok, karena kubu Foke-Nara didukung barisan partai yang menguasai 82% suara di DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Menjadi klimaks ketika "semut" ternyata mampu mengalahkan "gajah". Publik cenderung senang berpihak kepada kubu yang memposisikan dirinya lemah, rendah hati, dan sabar selain kekuatan program serta harapan.
Dari liangnya yang sempit dan gelap di bawah tanah, para semut barangkali ikut senang bahwa namanya ikut maramaikan Pilkada Jakarta 2012 dan menang! Ini hikmah besar bagi para "semut" untuk tidak ragu berlaga melawan "gajah" di medan apapun.[]