Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anatomi Pelanggaran KPK vs Polri dalam Kasus Simulator SIM

4 Agustus 2012   11:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:15 3391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343915120187607397

[caption id="attachment_191050" align="aligncenter" width="600" caption="Korlantas Polri (Foto: Heru/Okezone)"][/caption] Polri cq. Kabareskrim Komjenpol Drs Sutarman menyatakan bahwa KPK telah melanggar etika antar lembaga ketika melakukan penyitaan barang bukti kasus dugaan korupsi Simulator Ujian SIM di Markas Korlantas Mabes Polri, Senin-Selasa (30-31/7/2012) lalu. Pasalnya, Polri dan KPK telah diikat MoU dalam penanganan kasus korupsi yang dilakukan bersama-sama. Setelah dipelajari dengan seksama, substansi kesepakatan Polri-KPK dalam MoU (poin selengkapnya sila lihat di sini) ternyata melanggar ketentuan dalam Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK. Alasannya, dalam MoU tersebut KPK-Polri melakukan bagi-bagi tugas penyidikan (joint investigation) kasus korupsi, sedangkan dalam Pasal 50 UU KPK jelas disebutkan penyidikan kepolisian atau kejaksaan segera dihentikan jika KPK telah mulai melakukan penyidikan yang sama. Artinya, UU KPK melarang duplikasi penyidikan kasus antara KPK-kepolisian-kejaksaan demikian. Secara hukum, MoU merupakan perikatan keperdataan yang mengikat kedua belah pihak yang membuat dan menandatanganinya. Syarat-syarat supaya perikatan demikian sah menurut hukum salah satunya adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum (vide KUH Perdata Pasal 1320 jo 1337). MoU yang melanggar UU tersebut secara hukum dianggap tidak sah dan batal demi hukum (null and void). Akibat hukumnya, MoU tersebut dianggap tidak pernah ada atau dianggap tidak pernah lahir ke muka bumi. Karena MoU tersebut batal demi hukum, maka pihak Polri cq. Bareskrim dan KPK tidak memiliki dasar legitimasi yuridis untuk mempertahankan MoU demikian atau menjadikan MoU tersebut sebagai basis legitimasi suatu perbuatan hukum semisal penyidikan projustisia. Taroklah andaikata sebuah MoU sah dan mengikat secara hukum, karena semua syarat subjektif dan objektifnya terpenuhi, maka pelanggaran terhadapnya paling-paling hanya berkonsekuensi ingkar janji (wanprestasi) yang sifatnya keperdataan. Pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat ke pengadilan setempat. Sebaliknya, level pelanggaran Kabareskrim Sutarman adalah melanggar UU Tipikor (Pasal 21) ketika menghalang-halangi penyitaan yang dilakukan KPK di Markas Korlantas Mabes Polri hari Senin-Selasa (30-31/7/2012), dan melanggar UU KPK (Pasal 50) ketika tetap ngotot menyidik kasus ini sedangkan KPK sudah melakukan penyidikan yang sama. Intinya, pelanggaran Sutarman Cs tersebut berdimensi pidana dan administrasi (disiplin) sekaligus. Dimana selain bisa berakibat sanksi hukum pidana (penjara dan denda), juga sanksi disiplin (teguran, pencopotan dari jabatan, pemecatan, dll). Simpulannya, KPK tidak melanggar norma hukum dan etik apapun karena MoU tersebut dinilai batal demi hukum. Sebaliknya, Polri cq. Kabareskrim jelas dan tandas melanggar UU Tipikor dan UU KPK.[]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun