Â
Sebetulnya terakhir kali aku menulis di Kompasiana dua bulan lalu. Baru ini kembali menulis lagi. Bagaimana rasanya setelah dua bulan tidak menulis di Kompasiana tersebut? Berikut ini kisahnya.
Suatu ketika pernah hampir setahun penuh aku tidak menulis di Kompasiana. Rasanya sih sama dengan dua bulan belakangan. Perumpamaan rasanya seolah rahim seorang ibu yang tidak ada "janin" yang akan dilahirkan. Ya kira-kira begitulah. Tidak bisa dipaksakan, toh.
Orang mungkin mengira gampang melahirkan sebuah tulisan pendek dengan ide yang ringan. Kadang-kadang iya. Tapi lebih sering sulit. Setidaknya begitu separuh aku padamu (tulisan).
Tahapan proses untuk lahirnya sebuah tulisan ringan kira-kira begini. Pertama, ada "hubungan intim" antara simpul otak kanan yang mengolah ide-ide kreatif dengan "pemantik" berupa apa saja-bacaan, obrolan dengan seorang teman, pengalaman unik saat naik gunung, dan lain sebagainya.
Kedua, hubungan intim itu kemudian menyemprotkan benih-benih ide tulisan. Yang kelak menjadi embrio tulisan. Pada tahapan ini belum tentu dilanjutkan dengan aksi nyata berupa janin (fetus), yakni ide awal tulisan yang utuh dalam otak.Â
Kadang-kadang butuh waktu sampai sembilan bulan lamanya. Sampai janin itu tak tertahankan lagi minta dilahirkan.
Seperti kelahiran janin dari rahim seorang ibu, janin ide tulisan bisa saja lahir secara prematur. Embrio tulisan telah berkembang dan hampir membentuk perwujudan janin tulisan yang utuh, hanya saja belum waktunya dilahirkan. Karena beberapa bagian masih perlu dimatangkan.
Tulisan prematur, yang idenya belum matang, tapi keburu dilahirkan dalam bentuk tulisan, yang bisa dibaca siapa saja, akan ketahuan prematurnya. Bisa pembuka yang belum nyambung. Ending yang tidak enak. Sekalipun keseluruhan ide tulisan telah terbentuk.
Ketiga, saat janin ide tulisan sudah benar-benar matang sempurna dan meronta minta dilahirkan. Aku umpama seorang ibu yang mengandung janinnya. Seorang ibu yang hamil besar tak akan kuasa secara alami menahan kelahiran bayinya jika waktu kelahiran sudah tiba. Sekali pintu satu terbuka sulit untuk ditutup lagi.