Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggugah Rasa Peduli Terhadap Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

20 Desember 2016   10:38 Diperbarui: 20 Desember 2016   10:43 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.dunianyajulia.blogspot.com)

Kekerasan pada perempuan dan anak senantiasa membuat miris siapapun yang berani berkata jujur masih punya hati. Perempuan dan anak selalu dipandang sebagai mahluk lemah, yang dimana-mana mudah terancam bahaya kekerasan, bahkan di dalam rumahnya sendiri.

KDRT

Bila kita mendengar terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau orang tua terhadap anaknya. Sangat mengesalkan, karena kita seakan terbentur pada aturan tak tertulis bahwa keluarga adalah ranah pribadi mereka, dimana pihak luar dilarang untuk turut mencampurinya. Bahkan mencoba memberikan solusi, sering dikatakan tabu.

Rambu-rambu urusan pribadi ini sering berakibat korban makin terpuruk, sering berbohong guna menutupi kasusnya. Mau curhat ke orang terdekat, kalau ketahuan, bisa-bisa makin hancur kena pukul. Tetapi kalau didiamkan, pelaku KDRT bisa makin ganas dan semena-mena.

Apalagi tata masyarakat yang cenderung menobatkan suami sebagai pemimpin keluarga, sehingga isteri dan anak harus patuh pada kemauan sang pemimpin. Isteri dan anak yang berani melawan suami dianggap tidak tahu adat. 

Pada hakekatnya, suami yang baik memang patut dihormati, sebaliknya suami yang sering melakukan KDRT sudah sepatutnya dilawan agar tidak menjadi kebiasaan buruk yang berkelanjutan. Perlawanan tidak harus dalam bentuk adu fisik, namun bisa dimulai dari protes keras hingga pelaporan pada keluarga besar atau aparat kepolisian. Memang perlawanan ada konsekuensinya, dari panggilan kepolisian hingga puncaknya harus terjadi perceraian. Namun hal ini jauh lebih baik daripada melakukan pembiaran atas KDRT yang terjadi.

Kekerasan pada anak juga sering terjadi bila anak dinilai nakal, anak tidak menuruti kehendak orang tua, yang sering berujung pada pemukulan fisik terhadap anak. Dalam kasus ini, solusinya bukan anak melawan orang tuanya, namun pasangan yang melihat, wajib mengingatkan pasangan lainnya. Bila perlu lakukan konsultasi dengan psikolog, untuk mencari jalan keluarnya. Kasus kekerasan pada anak jangan dibiarkan, karena dapat berakibat fatal terhadap anak, dari mulai luka fisik hingga kematian.

Kekerasan Eksternal

Kekerasan pada perempuan di luar rumah sering terjadi di tempat kerja atau di ruang publik, termasuk di dalam kendaraan umum, di tempat sepi maupun dimana saja. Pelaku pada umumnya laki-laki iseng ataupun orang yang dikenal, dan yang terbanyak berupa pelecehan dan kejahatan seksual. 

Guna mencegah hal ini, perempuan hendaknya tidak boleh terus menerus memposisikan diri sebagai mahluk lemah yang tidak berdaya menghadapi para predator. Harus berani melawan, kini sudah banyak beredar video yang memperagakan atau mengajarkan ilmu bela diri guna menghadapi serangan kejahatan seksual. Berlatihlah dalam komunitas terbatas, atau bila memungkinkan ikut belajar atau berlatih ilmu bela diri.

Kekerasan pada anak yang paling mengemuka adalah kasus pedofilia, kekerasan seksual dari orang dewasa terhadap anak-anak. Guna mencegah hal ini guru dan orang tua wajib memberikan petunjuk dan bimbingan agar selalu waspada terhadap orang yang tidak dikenal, yang tiba-tiba berbaik hati membagikan hadiah atau mengajak pergi ke suatu tempat. Anak yang mengalami kasus ini, harus berani berteriak, agar didengar oleh masyarakat. Sebaliknya masyarakat bila mendengar teriakan anak, wajib peduli dan segera tanggap mendatangi tempat peristiwa. Secepatnya orang dewasa harus mencegah terjadinya kekerasan pada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun