Agenda berikutnya adalah mengunjungi Jiangxi, tepatnya lembah Wangxian. Keindahannya sebanding dengan gunung Lushan yang banyak ditulis para pujangga. Indahnya seperti surga menurut kalangan pujangga.
Keindahannya justru terdapat di jurang yang dalam, yang selalu dikelilingi kabut awan warna warni. Lembah in juga mendapat pujian dari majalah National Geographic.
Nama lembah ini mempunyai arti sebagai lembah Penerawang Dewa. Jadi keindahannya dapat dipastikan dan tak ada bandingnya.
Keindahannya berupa pegunungan tertutup kabut dengan tebing curam dan bangunan antik dengan batu bata blru dan ubin berwarna coklat, yang berdiri di atas tebing. Bagaikan surga yang disembunyikan oleh pegunungan.
Sebenarnya lembah Wangxian Shangrao di Jiangxi adalah tembok tanah yang dipadatkan, dengan jalan batu berwarna biru, tembok berwarna kuning dan ubin berwarna hitam. Yang dikombinasi dengan rumah pedesaan yang khas Jiangxi tersembunyi dalam lautan pinus dan bambu.
Pada tahun 2000 warga mencari nafkah dari produksi  batu granit. Hingga pada tahun 2007 menyebabkan kerusakan ekologi yang parah, sehingga penambangan dihentikan. Kaum muda akhirnya bekerja di kota, dan meninggalkan lembah, sehingga desa menjadi kosong.
Lembah rusak yang ditinggalkan kaum mudanya, akhirnya dipulihkan oleh Pemerintah dengan menanam pohon, membuang sisa batuan, menimbun kembali lubang tambang, dan membersihkan sungai.
BUMN mengembangkannya sebagai kawasan wisata, dengan memadukan sumber daya alam, seperti gunung, air, lembah, desa, kuil, hutan, dan ladang, yang dirangkai dengan budaya Jiangxi.
Saat ini telah bermetamorphosa menjadi pemandangan indah yang tersembunyi di lembah, dengan air di sekitar desa, dan rumah-rumah di pegunungan yang dikelilingi awan.
Ditambah dengan jembatan kuno Lanyue yang membentang pada kedua sisi jurang, pantulannya tercermin dalam aliran sungai yang berwarna hijau.