Bahasa angkutan kota (angkot)) itu berbeda-beda sesuai kebijakan dinas perhubungan yang berada di suatu wilayah. Bila Jakarta dan sekitarnya memakai nomor, misal di Tangerang angkot 08 melayani Cimone - Pasar Kemis. Demikian pula yang lain. Sehingga bisa dikatakan, orang Jakarta pandai berhitung karena sudah mengenal angka.
[caption id="attachment_134487" align="aligncenter" width="430" caption="Argosari,Dinoyo,Landung Sari (Angkot ADL,Malang)"][/caption] Sedang di Surabaya, dikenal bahasa angkot Len A, Len B, C dan lainnya, menandakan orang Surabaya pandai membaca ketimbang berhitung. Lain Jakarta, lain Surabaya dan lain pula Malang: Orang di Malang ternyata jauh lebih sempurna, karena telah pandai membuat akronim sebagai pembeda bagi penumpang yang ingin naik angkot. Tentu menandakan selain bisa berhitung dan membaca mereka juga mahir memahami makna berbahasa yang baik, bahasa angkot. Di Malang, bahasa angkot lebih sempurna karena mereka mencirikan dengan cara membuat inisial pada wajah depan dan belakang angkotnya, seperti AL (bukan ANAK LIAR); GL (bukan GILA LU); LDG (Landungsari, Dinoyo, Gadang), CKL dan lain-lain. APAPUN BAHASA ANGKOT, TIADA MASALAH. YANG PENTING BUKAN BAHASA KEKERASAN, SEPERTI YANG DILAKUKAN OLEH ANGKOTA 02 (PONDOK LABU - CIPUTAT). MASIH INGAT BAHASA KEKERASAN YANG SATU INI? ))))) diringkas menjadi  http://adf.ly/3DPaX