Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karnaval 17 Agustusan yang Selalu Bikin Cemas

1 Agustus 2019   07:57 Diperbarui: 1 Agustus 2019   12:49 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya bulan Agustus pun tiba. Bagi orang tua yang memiliki anak-anak yang masih bersekolah maka bulan Agustus adalah bulan yang paling tidak ditunggu sekaligus bulan yang bikin jantungan (seperti saya). Lho kok bisa? Apalagi jika bukan karena event karnaval 17-an. 

Sudah bukan rahasia lagi saat event ini semua sekolah berlomba-lomba untuk menghadirkan aksi dan team terbaik. Di sinilah titik permasalahannya! Masih banyak yang menganggap definisi terbaik adalah yang terlihat paling heboh, paling wow, dan paling paling lainnya. 

Akhirnya tugas ini kemudian dibebankan kepada para siswanya. Waktu masih SMP (tahun 90-an) saya masih ingat benar jika sekolah saya mewajibkan setiap siswanya untuk ikut serta di dalam acara ini. 

Jika tidak maka hukuman sudah akan menanti dan entah bagaimana saya pun pernah mendapatkan hukuman ini (walaupun sebenarnya itu lebih karena kesalahan panitia yang lupa memasukkan nama saya ke dalam daftar peserta). 

Lucu juga sebenarnya, kesalahan panitia sendiri tetapi malah ditimpakan kepada saya. Namanya juga masih anak-anak ya manut-manut saja dihukum walaupun bukan kesalahannya. 

Cuma sebagai sebuah gambaran saja bahwa hingga saat ini pun sebagian sekolah rela melakukan apa saja hanya sekedar untuk mendapatkan label sekolah terkeren atau terfavorit.

Agar terlihat wow dan heboh maka para siswa tentu diharuskan berdandan atau mengenakan kostum bergengsi yang menelan biaya tidak murah. 

Bahkan beberapa tahun belakangan ini sejak kehadiran JFC (Jember Fashion Carnival), ada kecenderungan karnaval 17-an pun mulai mengikuti pola "kemewahan" dan "kemegahannya". Adi busana super besar semakin umum terlihat di setiap event karnaval. 

Sembari berdiri di pinggir jalan menonton aksi para peserta karnaval, di sebelah saya para ibu-ibu asyik ngerumpi dengan suara cukup keras. Selentingan saya mendengar jika sebagian anak-anak itu menyewa kostum asli dari peserta JFC dengan tarif jutaan rupiah! 

Coba kalau dalam satu sekolah ada 300 siswa dengan kostum semacam itu dengan tarif rata-rata taruhlah per kostum Rp 1 juta maka sekali penyelenggaraan para orang tua siswa total harus mengeluarkan minimal Rp 300 juta! Sebuah angka yang cukup fantastis hanya sekedar untuk mendapatkan label sekolah keren atau hebat. Itu baru satu sekolah, kalau dalam 1 kabupaten ada 200 sekolah, coba deh hitung berapa totalnya?!

Padahal jika uang segitu digunakan untuk keperluan lain misal pengadaan buku untuk perpustakaan atau lomba menulis atau peningkatan gizi siswa maka akan jauh lebih bermanfaat daripada kostum mewah yang hanya dikenakan selama beberapa jam saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun