Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tahan Amarahmu Menangkan Ramadhanmu

26 Mei 2019   15:31 Diperbarui: 26 Mei 2019   15:37 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat aksi 22 Mei lalu sungguh saya sangat miris. Pertanyaan besar yang langsung menyeruak ke dalam kepala adalah apakah para pelaku itu sedang berpuasa ataukah tidak? Kalau mereka memang sedang berpuasa bagaimana mereka bisa begitu marah dan brutalnya melempar batu, bom molotov, menjarah? Jauh sekali dari gambaran orang-orang yang sedang berpuasa yang harus banyak menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan negatif apalagi sampai anarkhis.

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saat sedang berpuasa adalah saat yang sangat sulit untuk marah-marah tak jelas. Marah adalah aktivitas yang cukup menguras energi sementara stok energi tubuh kita sedang disetel pada posisi terendah. Coba perhatikan seseorang atau kita sendirilah saat sedang marah pasti detak jantung meningkat, napas memburu, dan keringat mengucur. Untuk menaikkan detak jantung saja jelas tubuh memerlukan tambahan pasokan energi. Saya hanya menduga-duga saja mereka (para pelaku kerusuhan) itu kemungkinan besar pasti tidak berpuasa.  

Pada dasarnya puasa adalah sebuah upaya untuk menurunkan tingkat energi fisik dan menaikkan kembali energi spiritual. Saat tidak sedang berpuasa maka kita akan makan 3x sehari untuk memasok energi fisik. Akibatnya energi ini terus menerus berada pada tingkat maksimalnya seperti bola lampu yang menyala terus menerus dengan daya yang besar.

Sementara itu kita juga memiliki sebuah bola lampu lain di sebelah bola lampu fisik yaitu bola lampu spiritual yang juga sama-sama menyala tetapi sayang bola lampu ini memiliki daya tak sebesar bola lampu fisik. Akibatnya cahaya dari bola lampu spiritual ini sering menghilang ditelan terang benderang cahaya bola lampu fisik. Orang jadi susah sekali melihat bola lampu spiritual karena silau dengan bola lampu fisik ini. Nah dengan berpuasa, kekuatan cahaya bola lampu fisik diredupkan agar bola lampu spiritual bisa terlihat lebih mudah. Kita akan jadi memiliki lebih sedikit energi fisik sehingga secara otomatis sayang atau malas jika menggunakannya untuk hal-hal yang sia-sia seperti marah-marah tak jelas, gibah, ataupun perilaku negatif lainnya.

Itulah sebabnya dalam kehidupan masyarakat Jawa kuno, puasa adalah salah satu lelaku yang harus dijalani untuk meraih tujuan, kesaktian, atau kedigdayaan tertentu. Seseorang yang sudah sampai pada tingkatan puasa tertinggi maka bola lampu spiritualnya akan bersinar jauh lebih terang dibandingkan bola lampu fisik dan inilah saya kira yang kemudian membuatnya santri mandraguna (misalnya melihat hal-hal yang gaib, kebal terhadap senjata tajam, dll).

Sama saja dengan puasa Ramadhan yang tengah kita jalan kali ini adalah sebuah proses fisik dan spiritual yang salah satunya untuk meraih sebuah "kesaktian" yaitu kemampuan untuk menahan amarah. Kelak di luar Ramadhan nanti kita diharapkan bisa menjadi orang yang dapat menggunakan "kesaktian" itu untuk menghadapi berbagai stimulus yang dapat menyebabkan kita gampang marah.

Coba lihat sekeliling kita sejenak sekarang, akan ada cukup banyak hal-hal yang bisa membuat kita marah secara instan. Mungkin itu mainan si kecil yang berserakan belum dibereskan sejak pagi, si istri yang selalu boros saat berbelanja, atau mungkin si bos yang suka menyuruh lembur seenak perutnya hingga larut malam sementara dia sendiri langsung pulang kerja.

Penelitian membuktikan jika manusia memerlukan waktu 30 hari untuk membentuk sebuah kebiasaan atau perilaku baru dan durasi puasa selama 30 hari ini pas banget dengan penelitian itu. Jika kita memang sungguh-sungguh menjalani semua kewajiban di bulan suci ini dengan ikhlas dari awal hingga akhir maka dijamin kita akan bisa keluar menjadi pemenang. Menang bukan karena habis bertempur dengan sesama tetapi berperang melawan sejumlah kebiasaan dan perilaku buruk yang sudah mengakar di dalam jiwa.       

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun