Entah mengapa, akhir-akhir ini, kata “nggresulo” menjadi trending topicdi media sosial. Meski kosa kata jawa, tak banyak orang jawa yang tahu makna kata ini, bahkan bagi mereka yang sehari-hari masih menggunakan bahasa jawa. Setelah berburu kesana-kemari, izinkan saya mencoba mengartikannya.
Ternyata, tak mudah mencari padan-katanya. Bila ingin jelas, harus menggunakan narasi yang panjang lebar. Silakan saja bila menginginkannya, daripada nanti salah tafsir.
Nggresulo adalah mengeluh dengan nuansa negatif yang kental. Sifatnya umum, sering tidak ditujukan kepada siapa-siapa. Tak juga ingin keluhannya ditanggapi. Kadang-kadang, berselimut doa atau permohonan kepada Tuhan, agar kesan menderita terlihat sudah di titik nadir.
Seorang teman guru dari Yogya mengirim pesan melalui WA, “nggresulo” adalah “menggerutu” atau “bersungut-sungut”. Sinonim lain dalam bahasa jawa adalah “nggrundel”. Agak jauh dari arti “mengeluh” bukan?. Nampaknya tujuannya bukan mengeluh, lebih banyak mengeluarkan perasaan ketidak-sukaannya.
Teman lain, yang lama tinggal di Amerika, malah memadan-katakan “nggresulo”, dengan “whining”,dalambahasa Inggris. Saya tak tahu persis, bagaimana kedekatannya.
Nggresulo lebih pantas disebut kecaman. Namun, mengapa, tiba-tiba, nggresulo menjadi happening? Beberapa teman menduga, gara-gara cuitan seorang tokoh yang kecewa, karena situasi politik, nampaknya, tidak berpihak kepadanya.
Namun, apakah “nggresulo” ada manfaatnya?. Seorang ustad, yang tak sempat saya catat namanya, muncul di youtube, menjelaskan kemubazirannya.
Cara menceknya mudah. Silakan ikuti tuntunan beliau. Apakah dengan nggresulo (rasa kecaman), pihak yang dituju bisa berubah?. Jawabnya, “pasti tidak”. Lantas?. Bagaimana kalau nggresulo diganti dengan berdoa?
Apakah dengan berdoa, yang semula dikecam, bisa berubah? “Insya Allah, bisa”. Lantas, mengapa tidak mengubah nggresulo dengan berdoa saja?. Mak jleb. Resep jitu yang menohok ulu hati. Kalau mau mengikuti azas manfaat, mengapa tidak kita ikuti nasehat sang ustad saja?.
Nggresulo diragukan manfaatnya, bahkan cenderung tidak ada. Pikiran negatif yang keluar dalam bentuk nggresulo tak akan disambut alam dan jagad raya dengan perayaan dan ucapan selamat datang untuk mewujudkannya. Beda dengan aura positif. Ia dielu-elukan dan ditinggikan agar menjadi kenyataan, kemudian dirasakan dan dinikmati seluruh makhluk ciptaanNya. Lantas mengapa masih susah meninggalkan nggresulo dan kecaman?.
Mengeluh adalah manusiawi, sulit untuk menghindarinya. Mengeluh berkepanjangan menjadi sia-sia. Mengeluh sebagai ungkapan spontan dapat dimaklumi, asal tidak berhenti sampai di situ. Terlalu banyak mengeluh, sambil marah-marah atau nggresulo seperti bumerang yang menyerang balik si pengeluh. Orang tidak punya waktu untuk menggubris keluhan. Stop nggresulo dan mulailah berbuat sesuatu untuk mengubah anda dan dunia.