Mohon tunggu...
Susanto Budi R
Susanto Budi R Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Sosial Politik Hukum

ingin menjadi penulis lepas yang bisa menuangkan ide dan gagasan..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sewindu Keistimewaan Yogyakarta, Sebuah Refleksi (2)

5 September 2020   07:37 Diperbarui: 5 September 2020   08:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Usia sewindu atau delapan tahun Keistimewaan DIY merujuk pada tanggal ditetapkannya UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY pada tanggal 31 Agustus 2012. Undang -- undang ini dibuat sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1950 tentang Pembentukan Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta berikut beberapa kali perubahannya yaitu UU No. 9 tahun 1955. Perubahan ini dimaksudkan untuk memperbaharui produk hukum mengikuti perkembangan regulasi dan kondisi sosial yogyakarta.

Keisitmewaan DIY yang tertuang dalam UU No. 13 tahun 2012 ini sebagai pengejawantahan pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan-satuan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Selain itu, undang-undang ini sebagai bentuk penegasan sekaligus apresiasi peran sumbangsih Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesa serta kontribusi dalam mempertahankan mengisi, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam UU No. 13 tahun 2012 khususnya pasal 6 diatur tentang kewenangan keistimewaan DIY yang terletak pada provinsi. Posisi kewenangan tersebut terkait dengan status sebagai daerah otonom yang tunduk pada regulasi tentang Pemerintahan Daerah dan keistimewaan DIY.  Kewenangan yang merepresentasikan keistimewaan DIY tersebut terdiri dari lima hal yang diatur yaitu 1), tatacara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, 2), Kelembagaan pemerintah DIY, 3), Kebudayaan, 4), Pertanahan dan 5), Tata Ruang. Penyelenggaraan kewenangan atas kelima hal tersebut didasarkan pada kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat.

Guna melaksanakan keistimewaan DIY tersebut, dialokasikan secara khusus pendanaanya melalui nomenklatur Dana Keistimewaan. Sejak tahun 2012  hingga tahun 2020 terjadi peningkatan besaran Dana Keistimewaan sejalan dengan volume kebutuhannya. Tahun 2013 Dana Keistimewaan dianggarkan sebesar 115, 7 M dan meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2020 ini sebesar 1.32 T

Dari kelima hal tersebut aspek kebudayaan mendapatkan porsi yang besar dalam alokasi anggaran keistimewaan DIY. Pada tahun 2020 ini, alokasi anggaran Kebudayaan mencapai 51% dibanding kewenangan yang lain. Porsi anggaran terbesar berikutnya adalah tata ruang, diikuti oleh pertanahan, kelembagaan dan tatacara pengisian jabatan gubernur.

Dari komposisi alokasi anggaran Dana Keistimewaan DIY tersebut maka peran bidang kebudayaan dan tata ruang sangat penting dalam merepresentasikan pencapaian tujuan dari Dana Keistimewaan itu sendiri. Menurut penelitian dari Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI, dari lima urusan yang menjadi wewenang keistimewaan DIY, urusan kebudayaan dan urusan tata ruang menjadi dua urusan dengan proporsi terbesar mencapai 96,75% dari total realisasi Dana Keistimewaan selama tahun 2013 sampai dengan tahun 2018

Oleh karena itu evaluasi terhadap alokasi dan realisasi pembiayaan kegiatan dibidang Kebudayaan dan tata ruang menjadi sangat krusial bagi keberhasilan Keistimewaan DIY yang sudah diberi bingkai oleh undang-undang  yaitu "kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat"

Evaluasi terhadap Dana Keistimewaan DIY sering dihubungkan dengan capaian kesejahteraan yang ditunjukkan dengan indikator-indikator, seperti pertumbuhan ekonomi, IPM, tingkat kemiskinan dan sebagainya. Laju Pertumbuhan ekonomi DIY terbilang relatif cukup tinggi dibanding daerah lainnya. Selama tahun 2019 perekonomian DIY tumbuh 6,60% (c-to-c), melaju lebih pesat dibandingkan pada 2018 yang tumbuh sebesar 6,20% dan melebihi angka nasional. Namun demikian tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak sejalan aspek pengentasan kemiskinan di DIY. Angka kemiskinan di DIY cukup tinggi diatas rata2 Nasional yaitu sebesar 11.7% dan Angka gini ratio juga tinggi 0,434 di tahun 2019.

Data tersebut jika dibaca sederhana adalah bahwa kondisi perekonomian di DIY cukup baik namun tidak sejalan dengan agenda pengentasan kemiskinan dan penurunan ketimpangan ekonomi masyarakat. Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa akses perekonomian belum merata ke masyarakat banyak sehingga kue pembangunan masih dinikmati oleh segelintir orang.

Pertanyaan nya kemudian, bagaimana peran Dana Keistimewaan dalam sektor peningkatan kesejateraan rakyat?

Dana Keistimewaan yang berkaitan dengan masyarakat banyak adalah bidang kebudayaan. Dalam kajian Pusat Kajian AKN Badan Keahlian DPR RI, capaian Dana Keistimewaan DIY Urusan Kebudayaan diantaranya berupa perkembangan jumlah desa budaya, pendampingan Desa Budaya, Desa/Kelurahan rintisan budaya, Jaga Warga, Film Masuk Desa Budaya, Wana desa, Bersih Sungai yang diadopsi dari Merti Kali, Jogja Kota Batik, Wayang Durasi Singkat Museum Sonobudoyo, Diplomasi Budaya, Gerakan wajib Kunjung Museum, Museum Go to Mall, Pentas Adiluhung, Simponi Keistimewaan, Sekolah Basis Budaya, Laboratorium Budaya, Anugerah Budaya, Gebyar Museum Pleret, Pembangunan Ekosistem Kultural DIY Berbasis Digital (CCTV Budaya di 31 titik dan High Speed Mesh Hotspot di 23 titik serta WIFI UMKM di 51 titik), dan lain sebagainya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun