Mohon tunggu...
Susanti Nur Hidayah
Susanti Nur Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis bukan hoby saya tetapi ini saya memulai untuk mencoba membuat karya tulis

Selanjutnya

Tutup

Home

Broken Home Bukan Akhir Segalanya : Membangun Diri Dari Puing - Puing Kehidupan

4 Oktober 2025   12:43 Diperbarui: 4 Oktober 2025   12:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Fenomena keluarga yang broken home ini sudah sering sekali dijumpai di tengah lingkungan masyarakat, bahkan bisa dianggap sebuah hal yang wajar atau biasa. Padahal broken home ini berdampak serius terhadap psikologi anak, terutama dalam bidang pendidikan serta lingkungan bersosialnya.  Kurangnya perhatian, kurangnya kasih sayang atau pola asuh tunggal dalam proses tumbuh kembang anak, dapat menyebabkan anak akan merasa kehilangan salah satu figure teladan yang seharusnya pada masa itu dapat membimbing dan dijadikan panutan untuk berperilaku dalam moral anak. Kejadian broken home ini jika sampai pada proses akhir perceraian dapat menuntut peran ganda dari orang tua untuk lebih peka lagi dalam memperhatikan pendidikan moral anak, sehingga anak bersikap tidak merasa kehilangan sosok panutan teladan dalam hidupnya.

             Bagi seorang anak orang tua adalah segalanya atau pusat dunianya. Bahkan mereka pasti berasumsi "Jika ia besar nanti ingin seperti kedua orang tuanya". Namun, apa yang terjadi jika kenyataan tidak sesuai dengan harapan malah mereka menjadi anak yang broken home? Semua asumsi mereka hancur dan anak pasti merasa kecewa, kehilangan arah, bahkan sampai merasa kehidupannya gagal. Dari sinilah anak merasa kepercayaannya terganggu dan merasa kehilangan hal yang paling istimewa dan berharga dalam hidupnya. Meskipun dalam keadaan begitu anak tetap bertumbuh tetapi mereka tumbuh menjadi anak yang mempunyai pribadi sensitif. Dari pribadi yang sensitif ini dapat menyebabkan anak menjadi malas belajar, suka menyendiri, agresif, membolos sekolah, suka membangkang kepada orang tua atau guru, dan bisa saja anak menjadi mempunyai penyakit mental trauma karena terpapar kekerasan dari keluarga dan mengalami tekanan jiwa.

             Namun penting untuk disadari bahwa tak semua anak broken home itu akan menjalani kehidupan yang negatif. Anak yang ikut dengan orang tua tunggal tidak selalu berada dalam berisiko tinggi terhadap pola kehidupan yang menyimpang. Bahkan, banyak dari mereka yang berasal dari keluarga broken home ini tumbuh dengan sikap mandiri yang sangat tinggi. Pada saat - saat tertentu mereka membentuk pola pikir, "kalau tidak aku sendiri mau mengandalkan siapa lagi?", dengan demikian anak akan terbiasa dan terlatih hidup dengan kemandiriannya serta rasa ketangguhannya.

             Anak yang berasal dari keluarga yang broken home ini tetap memiliki peluang untuk bisa bangkit dari keterpurukan dan berusaha membangun masa depan yang cerah seperti apa yang mereka bayangkan sejak kecil. Kondisi keluarga broken home ini bukan akhir dari segalanya. Justru, hal itu menjadikan semangat baru untuk menyusun kepingan puing puing kehidupan yang sempat runtuh. Mereka harus mendorong dirinya untuk selalu berpikir yang positif menerima realita tanpa menyalahkan diri, membangun lingkungan yang positif serta belajar mengelola emosi. Dengan begitu, meski tanpa kehadiran orang tua yang lengkap mereka tetap bisa tumbuh kuat, berdiri kokoh, dan bisa mewujudkan apa yang telah menjadi impiannya dulu layaknya seperti anak yang keluarganya lengkap dan harmonis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun