Ramadan tahun lalu, keluarga kami berkumpul semua sehingga dapat menikmati kebersamaan saat sahur dan juga saat berbuka. Meskipun tidak setiap hari, namun boleh dibilang intensitasnya sangat sering. Apapun yang terjadi, bisa langsung kami saling ketahui.Â
Namun, Ramadan tahun ini sangat berbeda. Keluarga kami terpencar dalam jarak ratusan kilometer. Salah satu adik saya bekerja di Yogyakarta dan satunya lagi di Bekasi. Bahkan, untuk munggahan saja (tradisi kumpul dan makan bersama sehari sebelum pelaksanaan puasa tiba), menjadi mahal harganya.
Adik saya yang bekerja di Yogyakarta tidak kebagian tiket Kereta Api ke Bandung. Jika terpaksa menggunakan bus atau travel, kemungkinan akan macet dan melelahkan saat pulang pergi dengan kondisi macet. Sedangkan naik pesawat, harganya lumayan mahal. Dan sebagai planner, selain alasan yang ada, dia harus menuntaskan proyek pekerjaannya.
Dan, ini adalah bulan puasa pertama keluarga kami berjauhan. Meski berjauhan, namun rasanya kami tetap utuh karena adanya teknologi kekinian seperti handphone. Kami tetap dapat berkomunikasi jarak jauh dengan mengobrol bertatapan wajah melalui video. Dan setiap peristiwa di antara kami ini, rasanya menjadi romantisme hubungan jarak jauh anggota keluarga selama bulan puasa.
Dari awal Ramadan inilah saya mulai memahami makna romantisme dalam pandangan luas. Romantisme merupakan cara seseorang untuk mengekpresikan perasaannya, baik perasaan tertarik atau kekaguman, dan perasaan positif lainnya. Aksi romantisme ini bisa bermacam-macam. Namanya juga ekspresi perasaan tertarik, ya setiap orang pasti mengekspresikannya dengan cara yang berbeda. Mungkin, ada yang sengaja membelikan barang ini itu yang membuat orang meleleh, atau bisa juga dengan menunjukkan sikap tanpa mengeluarkan kata-kata gombal.
Satu hari sebelum puasa, adik saya dan keluarga saling menelepon dan menyampaikan permohonan maaf serta mohon doa agar dilancarkan pekerjaannya dan berpuasa selama di bulan puasa. Bahkan, saat hari pertama puasa, adik saya sangat sibuk menelepon untuk membangunkan sahur. Padahal sebenarnya kami sudah bangun.
Begitupun saat berbuka tiba, meski ada perbedaan waktu antara Bandung-Yogyakarta, Bandung-Bekasi, namun hubungan di antara kami tetap terasa dekat dan utuh dengan saling memberikan perhatian untuk berbuka dengan makanan sehat bergizi tinggi tanpa berlebihan. Ya, hubungan langsung jarak jauh kami ini tentu saja menggunakan salah satu fasilitas dalam gawai yang kami miliki, yaitu percakapan grup keluarga di WhatsApp.
Mungkin, itu merupakan hal biasa. Namun, bisa jadi itulah aksi untuk mengekspresikan sisi romantisme dalam diri dengan menunjukkan aksi positif, memberikan perhatian dalam mengungkapkan perasaaan.
Ya, bagi saya pribadi, romantisme merupakan pernyataan tulus dan kreatif yang bisa berhasil menawan hati sang target, hingga benar-benar mendapatkan timbal balik berupa ketertarikan dan perhatian yang tulus kembali.
 Aksi romantis bukanlah kata-kata pujian, kata-kata manis penuh rayuan, atau hadiah-hadiah istimewa. Namun, aksi romantis bisa juga memberikan perhatian dengan tindakan nyata, seperti saling mengingatkan untuk terus meningkatkan amalan di bulan puasa. Tentunya, selain menjadi menjadi salah satu aksi romantis, tindakan saling mengingatkan dalam hal kebaikan menjadi pahala dan ibadah bernilai tinggi.
Bagi saya pribadi dan anggota keluarga yang kini terpisah jarak dan waktu, Ramadan ini waktu yang tepat untuk melancarkan aksi romantis terhadap sesama anggota keluarga. Tanpa harus menunggu waktu yang tepat dengan jarak berdekatan. Toh, jarak jauh bukan hambatan untuk berkomunikasi dan saling menunjukkan aksi romantis.