Baru-baru ini BTP membuat penyataan keras dengan membongkar kebobrokan yang ada di Pertamina dan BUMN lainya. Dalam unggahnya Youtuber yang menamakan dirinya sebagai POIN. Ahok bersuara tentang Pertamina yang hobinya ngutang untuk membeli sumur minyak di luar negeri dengan mengabaikan tugas untuk mengekplorasi 12 cekungan sumur minyak bumi yang ada di dalam negeri. BTP juga menyoroti masalah gaji pokok pegawai pertamina yang super besar meski yang bersangkutan sudah dicopot. Belum lagi sorotan BTP tentang Peruri yang meminta dana sebesar 500 milyar untuk membangun sistem keamanan digital pertamina.
Bagi sebagian orang gebrakan ini yang ditunggu dari seorang BTP. BTP tetap seperti yang dulu yaitu tidak punya kesabaran panjang jika melihat ketidakberesan yang terjadi. Sikap "nyolot" BTP mengundang banyak reaksi. Â Banyak pengamat yang memberi komentar yang juga beragam baik yang pro maupun kontra.Â
Andre Rosiade langsung bereaksi dengan menyatakan Ahok membuat gaduh. Belum lagi banyak pejabat lainya mengomentari BTP sebagai orang yang tidak memiliki gaya dan cara komunikasi yang baik. Ahok dianggap tidak terlebih dahulu duduk dan berbicara dulu secara internal. Ternyata sikap asli Ahok tetap tidak bisa dibendung saat melihat ketidak beresan yang terjadi.
Ahok memang bukan bisa dibuat duduk manis dan berdiskusi jika merasa gerah melihat kebobrokan yang terjadi. Â Yang menjadi pertanyaan pribadi saya adalah yang berkomentar demikian kebanyakan adalah pejabat negara baik legislatif maupun eksekutif. Sehingga ini menimbulkan tanda tanya, apakah mereka ini pernah atau berada dalam zona nyaman yang selama ini terjadi.
Tetapi jika kita meneleaah bahwa BUMN adalah milik semua rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke, mulai dari yang masih berada dalam kandungan hingga yang berada dalam kondisi sekarat. Sehingga rakyat Indonesia berhak tahu apa yang terjadi BUMN Indonesia. Selama ini kita hanya jadi penonton layar depan BUMN tanpa pernah tahu kondisi "jeroan" BUMN. BUMN hanya berada dalam lingkar kekuasaan penguasa yang mana Direktur dan Komisarisnya adalah orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan rejim yang berkuasa.Â
Saat ada yang bersuara keras seperti BTP maka sudah menjadi hal klasik sekaligus klise di negeri ini untuk "diajak duduk bersama dan bicara." Hal ini terjadi berulang-ulang. Sehingga rakyat ini bosan melihat penyelesaiaan seperti itu tanpa pernah ada kelanjutan solusi dalam masalah yang ada berupa KKN era reformasi.
Kita masih perlu banyak orang seperti BTP yang berani dan bernyali bersuara keras jika melihat kebobrokan yang terjadi, bukan bocah yang duduk manis sambil menikmati kembang gula.Â