Pilkada Keren, Tanpa Politik Uang & Politisasi SARA
MAKASSAR - Genderang "Perang" pemilukada 2020 sudah ditabuh. Hajatan lima tahunan ini akan menjadi panggung untuk para konstestasi calada berlaga diatas panggung politik.
Pilkada serentak tahun 2020 ini. Setidaknya, ada tiga isu krusial yang menjadi perhatian utama untuk ditekan semaksimal mungkin. Politik Uang, Hoax dan Sara sebagai ancaman.
Bagai gurita raksasa, politik uang dan Hoax menebarkan racun ke hampir semua sendi demokrasi. Ia memasung para kandidat akibat politik uang dan issu Hoax membutakan nurani rakyat.
Saat ini, sejumlah pasangan calon wali kota dan Bupati di berbagai daerah termasuk konstestasi di pilwalkot Makassar resmi tercatat sebagai peserta pasca mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Publik berharal komitmen memerangi  hoax dan politik uang bukan hanya menjadi jargon, tidak sebatas slogan atau ucapan saja, namun benar-benar diterapkan di kehidupan nyata dan maya.
Karena setiap momentum Deklarasi, kerap berisi pesan damai agar peserta cakada dan timnya melakukan sosialisasi dengan tertib dan damai. Agar dapat menjauhi politik uang, SARA, dan penyebaran hoax. Namun, kerap dilanggar.
Kedepan masa kampanye paslon mulai tanggal 26 September sampai 5 Desember. Hampir dua bulan lebih  masa kampanye bagi calon untuk mencari citra. Saat ini bukan hanya suhu politik yang mulai memanas, melainkan juga "genderang perang" yang mulai ditabuh sebagai tanda "peperangan". Bahkan, "genderang perang" ada yang mulai ditabuh jauh sebelum masa kampanye Pilkada dimulai.
"Genderang perang" itu bukan hanya ditabuh sejumlah pimpinan partai politik (parpol), baik secara langsung maupun tak langsung, melainkan juga oleh tim sukses, tapi buzzer yang seyogianya tidak mudah terpancing untuk "saling menyerang" terhadap lawan politiknya. Namun, kenyataan itulah yang terjadi dalam suasana kompetisi di tengah demokrasi Indonesia yang baru menanjak dewasa.
Belum lagi, kampanye hitam dan fitnah menjadi atmosfer demokrasi yang tidak kondusif. Ujungnya bisa berupa pertengkaran, kekacauan, hingga konflik yang disertai kekerasan. Demokrasi yang susah payah kita bangun akan dengan sekejap mata merosot menjadi mobokrasi.
Kini tiba saatnya gotong royong melawan politik uang, politisasi SARA dan issu Hoax. Karena Negeri ini telah tiba pada masa demokrasi tidak lagi cukup dengan partisipasi suara. Itu terjadi bukan saja karena pertarungan terbuka yang membuat biaya kampanye makin mahal, melainkan juga karena kian kronisnya politik uang dan saling fitnah mqsih mengotori wajah demokrasi kita.