Mohon tunggu...
Ulil Albab
Ulil Albab Mohon Tunggu... Mahasiswa, Guru KMI Gontor -

Staf Pengajar Junior Islamic Teacher Training College Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Hidup seperti Mi Instan

2 Oktober 2017   11:47 Diperbarui: 15 November 2017   14:02 4194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: linisehat.com

Saya adalah salah satu penggemar mie instant. Memang tidak mengonsumsinya secara berlebihan. Tapi saya pernah menjadikan mie instan sebagai solusi alternatif mengisi perut ketika tidak ada makanan lain saat sarapan, sahur, dan makan malam.

Ada juga kalanya ketika saya menganggapnya sebagai camilan untuk mengganjal perut kosong tetapi jam makan belum datang.

Suasana yang paling bisa membuat saya menikmati mie instant adalah ketika hujan turun deras. Yakni dengan menambahkan beberapa potong cabe rawit pada mie kuah. Semakin kecil dan semakin muda warna hijau cabainya, maka semakin nikmat pula sensasi pedas dan puas yang saya rasakan.

Ketika saya bersekolah di Gontor, ternyata saya menemukan fenomena fanatisme terhadap mie instant yang lebih gila. Setelah nasi ayam yang dijual di kantin-kantin, mie instant dan olahannya menjadi menu paling favorit yang disukai oleh mayoritas murid. Apalagi ketika ujian. Mie instant seolah menjadi teman yang selalu ada untuk menenangkan perut kosong yang terkadang menjadi sebuah masalah tersendiri dan bisa mengganggu konsentrasi belajar di malam hari.

Di Gontor, kemudian saya belajar bahwa ternyata mie instant juga menjadi sebuah alat yang sangat ampuh untuk mempererat ukhuwahdan silaturahim suatu kelompok. Ada suatu masa, ketika klub-klub olahraga berlomba menunjukkan kekompakannya dengan sahur bersama setiap Ahad dan Rabu malam. Di acara sabur bersama itu, menunya tidak lain adalah mie instant yang dimasak dalam porsi jumbo dengan ember. Karena kecuali murah, membuatnya pun juga mudah.

Selain rasa dan harga, kemudahan dalam proses pengolahannya itu tentu menjadi alasan paling kuat mengapa banyak orang menjadikannya alternatif ketika tidak ada makanan lain.

Saya sempat terkejut ketika membaca sebuah artikel yang membahas 20 bahanya memakan mie instant. Dalam artikel tersebut, hampir semua macam penyakit berbahaya dan mematikan disebutkan. Mulai dari kerusakan hati, gagal ginjal, darah tinggi, kencing manis, bahkan kanker pun disebut-sebut sebagai salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh mie instant yang dikonsumsi secara berlebihan.

Jika artikel itu benar, maka betapa jahatnya mie instant bagi hidup kita. Ia bagai sosok musuh dalam selimut. Dincintai dan disayangi tapi memiliki maksud untuk menghabisi di belakang. Di balik kemudahannya, ternyata mie instant sangatlah berbahaya.

Sebenarnya logis saya untuk mempercayai fakta-fakta mengerikan tentang mie instant. Karena suatu makanan yang diproses dalam waktu 5 menit tentu tidak akan memberikan kualitas dan gizi yang sebanding dengan makanan yang diproses dengan waktu yang cukup lama. Di balik makanan yang lezat dan bergizi, tentu ada proses memasak yang panjang.

Ambillah nasi goreng sea food sebagai contoh yang paling sederhana dan disukai oleh banyak orang. Kita perlu mengiris bawang, menghaluskan ebi, menyiapkan wajan dan memanaskan minyak, mengorak-arik telur, mencampurkan berbagai bumbu, menumis nasi dengan seafood dan telur. Yang jelas, ada urutan proses yang harus dilalui demi hasil yang paling nikmat.

Bandingkan dengan mie instant yang bisa jadi tidak memerlukan kompor sama sekali. Rendam saja dengan air panas, tunggu lima menit, campurkan bumbu yang sudah siap sedia, dan mie instant pun siap santap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun