Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyulam Kisah, Menepikan Gelar dan Segera Mengubah Dunia di Pantai Situs Nangasia

20 Juni 2021   08:08 Diperbarui: 20 Juni 2021   08:10 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Suradin/Raden't


SUDAH sekian lama saya ingin menjumpainya. Ia terlalu sibuk untuk ditemui. Walaupun bukan golongan pejabat penting di kabupaten, ia amat sulit diajak bertemu walau barang sejenak. Ia bukan tipe orang sombong apa lagi suka memilih teman diajak  bicara. Kepribadiannya unik dan sulit diterka. Kesimpulan itu saya ambil setelah mengenalnya kemudian.

Saya mengenalnya kurang lebih dua bulan lalu. Perjumpaan kami tidak direncanakan. Dalam satu kesempatan, ia diperkenalkan oleh seorang kawan. Ketika itu, kami hanya berbincang tak seberapa lama. Kami bercerita seputaran, nama, alamat dan sedikit rekam jejak masing-masing di masa silam. Yang manarik darinya, walaupun bergelar tinggi, mantan dosen dan melalang buana menjadi seorang pendidik di beberapa kota di tanah air, ia tetap merendah. Ia sosok yang sederhana. Apa adanya. Dia tetap menjadi dirinya sendiri dalam situasi apa pun. Baginya, gelar bukanlah penentu segala-galanya dalam dunia pekerjaan. Ia sudah membuktikannya bertahun-tahun. Dirinya tidak sedang menggeneralisir. Namun demikian, ia tetap bersyukur pernah menempa diri di perguruan tinggi yang kemudian dihadiahi gelar academik.

Menurutnya, gelar yang dilekatkan pada seseorang tidak sepenuhnya menjamin kehidupan orang itu menjadi lebih baik. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang lulusan dengan IPK tinggi di perguruan tinggi ternama sekalipun tak menjamin apa pun. Bahkan di antaranya kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah menyandang gelar di belakang namanya.

Baginya, kehidupan sebenarnya adalah ketika menceburkan diri dalam kehidupan di luar angkuhnya teori-teori di perguruaan tinggi. Perguruan tinggi hanya membantu setiap orang menemukan potensi yang melekat padanya. Dunia kampus serupa bengkel yang mengasah kepekaan seseorang dalam membaca realitas sosial di sekitarnya. Dan kehidupan sebenarnya ketika menjadi bagian dari hiruk-pikuk kehidupan yang kadang menghempaskan setiap insan jika tak cukup mampu menghadapinya.

Kawan itu berkisah dengan gamblang pengalamannya. Sejak lulus dari kampus, ia tak perduli dengan gelar di sandangnya. Ia ingin menyerap banyak pengalaman dari setiap orang yang diakrabinya. Dia tidak pernah marah ketika ada orang menghina dirinya sebagai sarjana bodoh, tolol dan tidak mengerti apa-apa.  Mulutnya tidak pernah mengucapkan sumpah serapah karena penghinaan yang dilontarkan orang-orang yang menganggapnya gagal. Baginya, hinaan adalah motivasi agar dirinya bisa lebih baik dalam menapaki hari. Ia ingin melejit bak roket dengan serpihan pengalaman yang di pungutnya dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya.

Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Walaupun lulusan terbaik dari dua kampus ternama di kota Makassar, Sulsel, ia tidak pernah pamerkan kebanggaan itu ke orang-orang yang ditemuinya. Kembali ke kampung, ia menyadari akan mengarungi petualangan baru. Menyerap pengalaman baru. Bahkan pekerjaan yang digelutinya kini, sangat jauh dari apa yang dipelajarinya di bangku kuliah dulu. Ia menyadari kekurangannya, kelemahannya, bahkan dicap bodoh pun diterimanya dengan lapang dada. Sekali lagi, hinaan adalah hal biasa baginya.

Saat bersua untuk kedua kalinya di satu tempat di kecamatan beberapa hari yang lalu, ia berkisah dengan suara datar. Di tempatnya bekerja ia sering diceramahi, diomelin, bahkan sering dihina. Walaupun awalnya merasa jengkel dan ingin marah sejadi-jadinya. Tapi hal itu selalu diurungkannya. Ia berusaha meyakinkan diri, bahwa semuanya pasti berlalu. Akan pasti berakhir seiring berjalannya waktu. Keyakinan menuntungnya dalam bersikap. Bukankah tidak sedikit orang-orang sukses di masa lalu, di awali dengan sikap diremehkan oleh orang-orang terdekat. Tapi karena tabah dengan semangat belajar yang konsisten, akhirnya mereka melejit dan menjadi pemenang. Singkatnya, para penjuang akan diawali oleh penghinaan. Hanya pecundang yang berbalik arah dalam perjalanan menuntaskan misi, lalu menyalahkan keadaaan.

Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Mendengar kisahnya, saya teringat kisah Muhammad, nabi sekaligus rosul bagi orang mukmin. Lahir dari keluarga miskin dengan segala mukjizat yang dilekatkan Tuhan kepadanya, ia memulai kehidupan dengan cara yang tidak mudah. Muhammad kecil, selalu diikutkan dalam rombongan pedagang. Ia mulai mengenal dunia Arab dengan segala tindak tanduknya sejak umurnya masih cukup belia. 

Tapi, ketika mendapatkan tugas untuk menyiarkan agama dari tuhannya, mulailah ia mendapatkan perlawanan. Bahkan nyawanya menjadi taruhan. Tapi dengan keyakinan sekuat baja, ia tetap berdakwah. Ia dihina, dicemoh, dituduh penyihir dan bahkan dengan pengikutnya ia harus berpindah kota untuk membumikan ajaran langit kepada suku-suku di jazirah Arab kala itu.

Tapi, apa yang terjadi setelah Muhammad dipanggil pulang oleh tuhannya. Namanya semerbak bunga di taman. Rekam jejaknya menyapu relung hati setiap pengikutnya. Dan mereka rela mati jika namanya dihina kaum tertentu. Dimana-mana namanya selalu dirapalkan. Pengikutnya bertambah seiring berjalan waktu, bahkan mungkin hingga kiamat tiba. Ia menjadi teladan, contoh bagi banyak umat manusia modern. Kisahnya selalu dirapalkan di mimbar-mimbar. Doa selalu dilangitkan buatnya dan keluarganya. Awalnya pahit, akhir berbuah manis.

Muhammad boleh saja telah tiada, tapi semangat yang diwariskannya hingga kini masih membara. Muhammad tidak saja merapalkan ajaran suci, dan memahamkan keinginan tuhannya pada pengikutnya. Tapi Muhammad mengajarkan bagaimana pengikutnya untuk tetap tabah ketika dipojokkan, dihinakan bahkan dilecehkan oleh suatu kaum. Mungkin itulah yang memotivasi kawan itu, untuk tidak membalas hinaan yang sering dialamatkan kepadanya. Terlebih di tempat kerjanya sekarang ini. Ia nampaknya menganut mazhab, setiap orang adalah guru, dan setiap tempat adalah sekolah.

Saat bertemu dengannya, saya memilih banyak mendengarkan. Kisahnya memberi pelajaran berharga buat saya yang masih menjadi pembelajar. Dan saya salut pada prinsip yang diyakininya. Bukankah, tidak sedikit di era kekinian orang-orang akan merasa kebakaran jenggot ketika mendapatkan penghinaan dari orang lain. Karena penghinaan, baginya serupa dunia sudah kiamat. Jadi jika dirinya dihina, ia cepat tersulut emosi, lalu mengajak orang sekampung untuk membumi hanguskan orang yang menghina dirinya. Baginya penghinaan terhadap dirinya adalah aib yang harus di lawan hingga titik darah penghabisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun