Aplikasi KBBI V sebagai "Kitab Suci" Bloger
bahasa Indonesia.
Jika mau patuh dalam berbahasa tulis, kita perlu mempunyai pedoman yang berlaku terkini. Dalam periode tertentu aturan berbahasa tulis ada perubahan. Mari kita tengok beberapa perubahan yang terjadi terkait pedoman ejaanPada tanggal 30 November 2015, Permendiknas 46/2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dicabut dan dinyatakan "tidak berlaku" karena digantikan oleh Permendikbud 50/2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Untuk selanjutnya, pedoman ejaan tidak ditetapkan oleh menteri tetapi ditetapkan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek (disingkat Badan Bahasa). Pada tanggal 28 Juli 2021 badan ini menetapkan PUEBI dengan Nomor 0321/I/BS.00.00/2021. Satu tahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Agustus 2022 Badan Bahasa mengubah nama PUEBI menjadi EYD (Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan) V dengan Keputusan Nomor 0424/I/BS.00.01/2022.
Istilah EYD sudah populer sejak tahun 1970-an sehingga ketika diubah menjadi PUEBI pada tahun 2015 tidak banyak masyarakat yang mengetahui. Menengok sejarah ke belakang, Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972 yang bertanggal 26 Agustus 1972 memberlakukan EYD untuk pertama kalinya.
Lima puluh tahun lebih istilah EYD dikenal masyarakat. Pantas saja istilah PUEBI yang hanya tujuh tahunan belum begitu memasyarakat.
Hal Baru Apa dalam EYD V
Pemerintah, dalam hal ini Badan Bahasa "berani" menerbitkan pedoman ejaan baru tentu ada alasan. Ada beberapa hal baru yang belum ada pada PUEBI atau aturan sebelumnya. Tidak semua hal yang baru diuraikan di sini. Ada beberapa yang saya temukan, antara lain.
Pertama, ada penambahan monoftong "eu" yang dilafalkan () seperti pada kata eurih, seudati, dan sadeu. Dalam PUEBI dan pedoman sebelumnya, monoftong ini belum dimasukkan (dicantumkan).
Baca juga: monoftong-dan-monoftongisasi
Kedua, penjelasan dalam penggunaan huruf miring: