Mohon tunggu...
Supli EffendiRahim
Supli EffendiRahim Mohon Tunggu... Penulis - pemerhati lingkungan dan kesehatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin jadi orang baik di mata Allah

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menata Ruang Palembang Mesti Pedomani Sejarah

8 Oktober 2021   14:31 Diperbarui: 8 Oktober 2021   14:33 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Pagi ini "Study Club of Lowland Development and Management" hari ini 8 Oktober 2021 melakukan webinar dengan tema "Penataan ruang yang berkeadilan". 

Ada tiga pembicara beken mempresentasikan paper mereka. Pertama, Drs Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D, Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Kedeputian Bidang Pengembangan Regional Bappenas. Kedua, Ir. Akhmad Bastari, MT. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Kota Palembang. Ketiga, Ir. Arie Siswanto, MCRP, Ph.D, Dosen Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sriwijaya Palembang, Bertindak sebagai Moderator adalah Dr Momon Sidik Imanudin, SP, M.Sc, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Jurusan Ilmu Tanah. Tulisan ini memberi komentar tambahan dalam upaya melengkapi paparan dan diskusi yang ditampilkan oleh para pembicara tersebut.

Paparan Yang Sangat Bagus

Baik Pak Durektur Tata Ruang maupun Kadin Pekerjaaan Umum dan Penataan ruanng serta Pak Dr Arie Siswanto memaparkan power point yang memukau dan sangat relevan dengan kebutuhan saat ini untuk penataan ruang yang berkeadilan. Hanya saja apa yang dikemukakan para pembicara itu adalah terlalu global dan jauh dari upaya konkrit untuk mengatasi persoalan di lapangan. 

Kenapa? Karena banjir, penimbunan rawa yang terus terjadi, kurangnya lahan untuk kegunaan publik seperti pasar tradisional, kekumuhan, polusi udara akibat industri, penumpukan kendaraan bermotor di pusat kota, semakin menyempitnya lahan pertanian, belum tercapainmya target Ruang Terbuka Hijau publik dsb merupakan "pekerjaam rumah" yang tak kunjung selesai. 

Banjir di banyak titik selalu menghantui kota Palembang sejak lama. Walikota dan staff selalu dihantui terjadinya banjir yang membuat mereka tidak nyenyak tidur terutama jika terjadi hujan lebat yang disertai pasang yakni meluapnya sungai Musi. 

Momok yang paling menakutkan warga adalah pasang periode ulang lima hingga 10 tahun apalagi peiode ulang 50 tahun dan 100 tahun sekali. Banjir dengan periode ulang 5 tahun sampai 50 tahun biasanya akan memberikan dampak berupa banjir genangan yang lama dan tinggi,

Sejarah mesti dipedomani

Penimbunan Rawa Terus Terjadi

Yang Menimbun Belakangan Lebih Tinggi

Yang Menimbun Lebih Awal Rawan Banjir

Mudah Melupakan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun