Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat yang Benar Disalahkan dan yang Salah Dibenarkan

4 Mei 2019   22:45 Diperbarui: 4 Mei 2019   22:58 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Naskah yang bagus dan penyutradaraan yang mumpuni, dalam sebuah pementasan drama, pun didukung oleh pemeran aktor-aktor handal, maka menjadi garansi sebuah pertunjukkan panggung yang bermutu.Saat itu, saya berkesempatan memerankan tokoh sentral dalam naskah. Menjadi seorang pemimpin/pejabat di sebuah desa.
Sejak awal pemilihan peran hingga saya terpilih memerankan tokoh tersebut, saya sungguh kesulitan. Di tengah jalan, dalam proses latihan, bahkan saya sempat meminta mudir dari peran tersebut.

Bila tidak dibantu dan diyakinkan oleh penulis naskah dan sutradara bahwa saya mampu memerankan tokoh tersebut, pasti saya tidak dapat merasakan bagaimana memerankan tokoh pemimpin yang di mata rakyat bersih namun sejatinya dilingkari oleh kekuatan yang tersistem dan sulit dilacak bukti fakta dan datanya bahwa saya adalah pemimpin/pejabat yang licik, jahat, dan memainkan politik kotor.

Namun dalam keseharian wajib menjadi pemimpin yang benar, baik, berwibawa, disegani rakyat, berkarakter, namun di balik penampilan nyata di depan publik, tak ubahnya peranan saya hanyalah tokoh yang licik dan gila kekuasaan, harta, dan wanita.

Maka segala cara untuk mendapatkannya, siapa saja yang coba menghalangi dan mempersulit keadaan, sudah barang tentu akan disingkirkan, bagaimana dan dengan apapun caranya.

Pada akhirnya setelah tahta, harta, dan wanita saya dapatkan, petunjuk kelicikan dan kejahatan saya hanya dapat diendus hingga batas kaki tangan saya. Merakalah yang akhirnya ditangkap pihak berwajib, tanpa menyisakan petunjuk bahwa penyutradaraan di balik kelicikan itu adalah saya. Tangan saya tetap bersih dan selamat hingga bebas menikmati tahta, harta, dan wanita.

Saya memahami bahwa kelicikan, kebusukan, kecurangan, memang dapat di rencanakan, disutradarai, dan diperankan oleh tokoh-tokoh handal tanpa harus meninggalkan jejak bukti.

Meski ada bukti, namun bukti yang terlalu kecil dan sepele hanya dapat menjerat sebagian kecil lingkaran saja namun tak dapat menembua kukuatan utama.

Barangkali, itulah yang disebut lingkaran terstruktur, tersistem, dan masif sehingga rakyat bisa tertipu oleh kesalahan yang menjadi benar atau sebaliknya kebenaran yang menjadi salah.

Hingga pentas usai, saya sebagai pemimpin dan pejabat rakyat, tetap dielu-elukan, dihormati, dihargai, dan disanjung sebagai pemimpin hebat.

Sayangnya, karena apa yang terjadi hanya dalam sebuah pementasan drama, rakyat yang menghargai kepemimpinan dan keteladanan saya, hanya sebatas rakyat yang ada dalam peranan drama. Namun, penonton sangat fasih atas kelicikan, kecurangan, dan berbagai kebusukan saya dalam mengejar tahta, harta, dan wanita yang menghalalkan segala cara yang juga dikelilingi oleh sistem dan kekuasaan yang memihak ke saya.

Siapapun yang coba menggoyang saya, susah menemukan bukti dan faktanya. Siapapun yang coba melawan saya, pasti kalah.

Seru dan merinding juga bila mengingat, ternyata saya pernah memerankan tokoh seperti itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun