Andai Bima Sakti tidak salah memasang komposisi pemain sejak awal, maka laga meladeni Timor Leste tentu akan tercipta gol tidak sekadar 3 dan kebobolan 1.
Sayang sekali, kesempatan emas yang bukan hanya sarana mendulang poin, namun juga sebagai kesempatan menghimpun banyak gol, terbuang sia-sia.
Catatan dua laga
Sebenarnya, saat laga di babak pertama, hampir seluruh pemain, bermain seperti bukan kelas Timnas. Satu kata yang bisa saya ungkap. Permainan babak pertama Timnas adalah permainan bebal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), be*bal adalah sukar mengerti; tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran); bodoh;
Itulah fakta yang tergambar dari seluruh adegan yang diperagakan pemain Timnas sepanjang babak pertama.
Bukan hanya pemain di dalam lapangan, sang pengatur strategi di pinggir lapangan juga hanya terlihat kebingungan dan seperti tidak tahu harus berbuat apa, dalam kondisi pemain yang memeragakan permainan dengan kebebalan.
Sekelas Timnas, passing, heading, dan kontrol bola saja salah. Sudah begitu, umpan ke rekan-rekannya saja asal tendang.
Saat menghadapi Singapura, kebingungan pemain dan buruknya permainan, sebabnya adalah karena awalnya semua pemain terlalu percaya diri dapat menjungkalkan Singapura dengan mudah. Tapi fakta di lapangan, Singapura ternyata bukan Singapura yang pernah dikalahkan, akibatnya seluruh pemain Timnas hilang akal meladeni Singapura yang berubah lebih dari sertus derajat.
Namun, meladeni Timor Leste sangat berbeda latar belakang, kebebalan pemain bisa jadi karena beban yang berat. Harus menang. Menang dengan banyak gol. Dan bermain dihadapan ribuan suporter sendiri.
Jadi yang ada, bukan dapat memanage beban dengan personaliti dan intelegensi menjadi lebih baik, justru sebaliknya, beban di pundak malah benar-benar menjadi beban utuh pemain. Akibatnya, pemain yang cerdas intelegensipun terpengaruh menjadi turut serta bermain bebal pula.