Novel Ayahku (Bukan) Pembohong merupakan salah satu mahakarya dari seorang penulis terkenal Indonesia, yakni Tere Liye. Novel berjumlah 304 halaman ini pertama kali diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2011 dan sudah dicetak ulang beberapa kali karena tingginya antusias membaca masyarakat Indonesia terhadap novel ini. Novel ini mengangkat genre keluarga dan slice of life yang tentunya sangat direkomendasikan untuk dibaca disela-sela waktu luang.
Novel ini menceritakan kisah tentang seorang anak bernama Dam yang tumbuh dengan kisah-kisah inspiratif dan penuh hikmah yang selalu diceritakan ayahnya sejak ia kecil. Dam selalu antusias dan senang dengan semua kisah-kisah yang ayahnya ceritakan padanya. Terutama adalah kisah ketika ayahnya mencari apel emas di Lembah Bukhara, suku Penguasa Angin, dan ayahnya berteman sangat dekat dengan pemain bola yang menurut Dam adalah pemain terhebat di seluruh dunia, yaitu El Capitano alias El Prince.
Semakin beranjak dewasa, Dam merasa bahwa kisah-kisah yang selalu ayahnya ceritakan padanya hanyalah sebuah karangan fiksi belaka. Ketika Dam menikah dan mempunyai anak, ia berusaha menjauhkan ayahnya dari anak-anaknya. Dam khawatir ayahnya meracuni pikiran anak-anaknya dengan dongeng-dongeng fiksi yang selalu Dam dengarkan sejak kecil. Dam juga bertanya-tanya mengenai siapakah ibu kandungnya? Ayahnya pun memberi tahu padanya bahwa ibunya merupakan seorang mantan bintang televisi terkenal. Akibat dari banyaknya keraguan dalam diri Dam terhadap kisah-kisah yang ayahnya ceritakan padanya, Dam menuduh ayahnya adalah seorang pembohong. Tibalah pada hari kematian ayahnya, satu per satu kebenaran dari kisah-kisah masa lalu ayahnya mulai terungkap. Dam pun merasa sangat sedih dan menyesal telah menuduh ayahnya sebagai seorang pembohong.
Berdasarkan pengalaman membaca novel Ayahku (Bukan) Pembohong yang diceritakan oleh salah satu teman saya, Salma Maritza Riad. Ketika membaca novel ini, ia merasa banyak sekali hikmah dan pembelajaran penting seputar permasalahan-permasalahan yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan keluarganya. Salah satunya adalah pentingnya aspek komunikasi dalam membangun harmoni antar anggota keluarga. Komunikasi merupakan sebuah kunci penting dalam menghidupkan jalinan kasih dalam sebuah lingkup keluarga. Komunikasi yang buruk akan mengakibatkan kesalah pahaman antar anggota keluarga dalam memahami maksud dan tujuan yang ingin mereka sampaikan. Sehingga seringkali terjadi miscommunication yang menimbulkan kerenggangan antar anggota keluarga. Salah satu contohnya adalah cara orang tua berkomunikasi dengan anaknya. Seringkali kita temukan beberapa orang tua mengklaim bahwa marah merupakan ekspresi penyaluran kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Akan tetapi, maksud kasih sayang yang ingin orang tua sampaikan itu tidak ditangkap dengan baik oleh sang anak hingga timbulah perselisihan antar keduanya. Padahal, banyak sekali cara yang lebih baik dan tepat dalam mengekspresikan sebuah perasaan kasih sayang. Memarahi anak dan menilai anak secara sepihak tanpa mendengar pendapat atau another view dari sang anak dengan dalih menasehati merupakan sebuah tindakan yang tidak tepat. Jika kita sebagai orang tua memposisikan diri sebagai anak yang langsung dihakimi tanpa diberi ruang untuk beropini apakah kita akan merasa lapang dada dan menerima semua nasihat tersebut? Tentu saja tidak. Oleh karena itu, pentingnya memahami ilmu komunikasi merupakan sebuah kunci sukses dalam menjalani kehidupan dan bermasyarakat.
Salma merasa sangat bersyukur bisa membaca novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Karena dari sanalah iya mulai belajar untuk membangun komunikasi yang baik antar dirinya dengan orang tuanya. Ia tidak mau menyesal seperti Dam. Selama hari ini masih ada kesempatan, maka lakukanlah. Karena belum tentu kesempatan-kesempatan itu akan datang di hari-hari berikutnya. Dari novel ini juga, Salma termotivasi untuk mempelajari seputar dunia ilmu komunikasi lebih dalam. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan studinya sebagai mahasiswa program S1 jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebuah pembelajaran hidup tidak hanya lahir dari sebuah karakter nyata. Sebaliknya, karakter-karakter fiksi yang diceritakan dengan apik dan penuh dengan pesan-pesan kehidupan juga dapat memberikan inspirasi bagi setiap insan yang ingin belajar dan berproses. Karena sejatinya, ilmu itu bisa datang dari mana saja dan kapan saja selama kita sadar dan mau untuk terus belajar dan berbenah diri menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.