Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Santai Kayak di Pinggir Pantai" atau "Panik Kayak di Klinik"?

20 Maret 2023   15:54 Diperbarui: 20 Maret 2023   16:05 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : di screenshot dari video.kompas.com

Menyusul pernyataan kekesalan dan pelarangan Presiden Jokowi terkait bisnis baju bekas impor atau thrifting, "Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat mengganggu" ujarnya dalam satu kesempatan wawancara. Tapi pertanyaan yang muncul, bagaimana nasib para pelaku bisnis dari mulai importir sampai ke tingkat pengecer bisnis thrifting ini?  

Tiap orang memiliki caranya sendiri dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang bisa mendatangkan ketidaknyamanan, kerugian atau bahkan ancaman bagi kehidupan jangka panjangnya. Kali ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah membuat tak nyaman, bisa mendatangkan kerugian dan ancaman jangka panjang bagi para importir pakaian bekas hingga ke tingkat pengecer.

Dari sisi konsumen, seorang politikus, Adian Napitupulu memprotes larangan thrifting yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Menurutnya, tidak ada yang salah dari bisnis baju bekas tersebut.

Katanya, "Saya dilantik menjadi anggota DPR dengan jas bekas yang dibeli di Gedebage". Informasi pengakuan Adian Napitupulu membuktikan bahwa pilihan pakaian seseorang tidak mudah dipengaruhi oleh isu kesehatan atau daya beli, melainkan selera.  

Protes dan pengakuan politikus tersebut seakan hendak merepresentasikan bahwa banyak dari para konsumen lebih menyukai bahkan berburu baju bekas karena selera.

Memang bila ditelusuri ke berbagai penjual baju bekas, dengan harga yang relatif jauh di bawah harga pasar, konsumen bisa mendapat pakaian dengan model yang variatif, sesuai tren, kualitas bahan dan jahitan yang bagus serta tidak jarang merupakan produk bermerek. 

Terlepas dari informasi bahwa pakaian bekas tidak higienis, memiliki potensi penularan penyakit dan telah merebut pasar industri tekstil nasional, pakaian bekas telah mendatangkan kepuasan tersendiri bagi para konsumen dan memberikan keuntungan serta kehidupan jangka panjang bagi para pelaku bisnisnya.

Ketika menelusuri informasi berdasar berita daring diperoleh beragam respon mulai dari kecewa, pasrah, protes atau respon lainnya. Sebagai konsumen "penyuka thrifting" sepertinya akan sejalan dengan respon sang politikus, yakni melakukan protes.

Sebab saat importir pakaian bekas sudah tak lagi berkontribusi kepada toko-toko penjual pakaian bekas, maka secara otomatis perburuan para konsumen akan "harta karun" di balik thrifting tidak akan mereka dapatkan lagi. 

Harta karun yang dimaksud tentu saja produk bekas yang bermerek, kualitas bagus, kondisi masih baik bahkan seperti baru, awet tapi berharga murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun