Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngotot RKUHP Disahkan, Ini Fenomena Asingo atau Sempilan?

12 Desember 2022   16:28 Diperbarui: 12 Desember 2022   17:24 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kepastian hukum, keadilan proses pemidanaan terpidana dan kesungguhan pemerintah dalam konflik hukum di Indonesia, seharusnya sudah bisa selesai alias bukan lagi poin masalah jika penegakan hukumnya sudah dijalankan dengan benar dan sesuai tanpa terpengaruh dari faktor-faktor yang bisa memengaruhi penegakkan hukum itu sendiri.   

Sejak penundaan RKUHP disahkan menjadi Undang-undang di tahun 2019, sosialisasi RKUHP telah mulai dilakukan. Sosialisasi semakin masif dilakukan dan difokuskan atas 14 pasal yang mengandung isi krusial, melalui Pejabat Fungsional Penyuluh Hukum, yang secara khusus diperintahkan untuk  menangkal informasi menyesatkan terkait draf rancangan. Tahun 2021, sebanyak  12 sosialisasi digelar dan melibatkan kalangan akademisi, praktisi, Kementrian/Lembaga, LSM dan mahasiswa.  

Semaksimal sosialisasi draf RKUHP telah dilaksanakan, terutama atas 14 pasal krusial, apakah ini berarti Pemerintah, DPR beserta pemangku kepentingan terkait sedang berupaya memberikan informasi yang sudah diperhitungkan di antara situasi dan kondisi yang ada lalu mengemukakan estimasi (perkiraan, pendapat, penilaian) dan prediksinya dengan menjaminkan jaminan kepastian hukum, menciptakan keadilan dalam proses pemidanaan terpidana dan kesungguhan dalam menangani konflik hukum yang terjadi?

Dengan kata lain, jika apa yang dijaminkan bukan atas kesepakatan rakyat atau komitmen bersama seluruh lapisan masyarakat, apakah Pemerintah, DPR beserta pemangku kepentingan terkait sedang menerapkan sempilan atau strategi sempil? Jika iya, apa keuntungan yang ditarik atau manfaat yang diambil lebih banyak atas disahkannya produk hukum tersebut?  

Sementara sejauh kita menyaksikan situasi atau kondisi yang ada terkait draf RKUHP dengan pasal-pasal bermasalah yang hendak disahkan menjadi Undang-undang adalah perdebatan, penolakan atau tuntutan penghapusan atas pasal-pasal bermasalah, yang menunjukkan bahwa estimasi (perkiraan, pendapat atau penilaian) dan prediksi yang mengerucut dalam bentuk alasan mengapa RKUHP akhirnya disahkan, tidak memengaruhi psikologis seluruh lapisan masyarakat.   

RKUHP disahkan. Estimasi dan prediksi sudah dipresentasikan walaupun tidak semua lapisan masyarakat mengiya atau mengangguk. Artinya, tanpa menunggu respon seluruh masyarakat terutama yang masih mendebat, menolak, meminta penghapusan atas sejumlah pasal-pasal bermasalah, pengesahan tetap dilakukan.

Ngotot tanpa menunjukkan arogansi. Terindikasi melakukan sempilan tapi menjaminkan estimasi dan prediksinya. Lalu apa yang membuat mereka yang masih mendebat, menolak atau menuntut pasal-pasal yang dinilai bermasalah dihapus juga ngotot kepada Pemerintah-DPR?

Ketidakpercayaan akan penegakkan hukum menjadi salah satu dasarnya. Sebab penegakkan hukum yang selama ini telah dijalankan masih menunjukkan bahwa ketidakadilan masih dan terus berlangsung, ketidakpastian hukum atas beberapa kasus yang cenderung menjadi kasus dingin masih terjadi atau kesungguhan penyelesaian terhadap konflik hukum masih jauh dari transparansi, sehingga muncul respon ketidakpercayaan atas penegakkan hukum yang berimbas pada ketidakpercayaan atas produk hukum yang dibuat.

Selain itu, banyak pasal-pasal yang dinilai bermasalah terutama 14 pasal krusial. Seperti penilaian yang dilakukan oleh sejumlah elemen dari aliansi jurnalis hingga praktisi dan akademisi hukum bahwa draf terbaru RKUHP masih memuat pasal-pasal bermasalah yang bisa mengancam kehidupan demokrasi hingga kriminalisasi.  

Ngototnya pengesahan RKUHP menurut peneliti sekaligus pengacara publik LBH Masyarakat, Ma'ruf Bajammal, tak dipungkiri menimbulkan dugaan bahwa ada transaksi antara Pemerintah dan DPR dalam substansi dalam RKHUP yang menguntungkan kekuasaan sehingga rencana itu harus segera disahkan. "Bisa jadi ada transaksi yang sifatnya persamaan kepentingan karena persamaan substansi RKUHP yang ada lebih menguntungkan kekuasaan", kata Ma'ruf kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/12). Apakah dugaan tersebut selaras dengan sempilan yang juga diduga telah diimplementasikan ke dalam proses pengesahan RKUHP?

Jangan-jangan, memang dugaan itu juga yang dicemaskan oleh mereka yang mendebat, menolak atau meminta pasal-pasal bermasalah dihapuskan. Sehingga dugaan tersebut sekaligus menguatkan dugaan bahwa telah terjadi pengimplementasian strategi sempil atau sempilan terhadap proses sosialisasi draf RKUHP selama bertahun-tahun---yang bahkan masih dipertanyakan transparansinya ketika draf terbaru RKUHP rampung dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun