Karena banyaknya majlis ilmu di Mesir, yakni Al-Azhar... Saya jadi bingung, kemana saya harus memulai langkah perjalanan menuntut ilmu. Sedangkan waktu minimal akademis saya di Mesir yaa sekitar 5 tahun an lah. Waktu yang relatif singkat itu menjadikan saya semakin bertanya-tanya, dapat apa ya saya nanti setelah 5 tahun di Mesir?.
Isi
Eh, tapi seketika saya terpikirkan bahwa
Tidak perlu kita pikirkan apa yang kita dapat, yang penting rajin belajar, mengasah soft skill, berani mengambil langkah-langkah ekstrem, main yang sering biar banyak pengalaman... nanti juga pasti ada manfaatnya, Insya Allah.
Huft, setelah itu memang saja... sering kali kita cemas sampai lupa untuk mengambil langkah pasti hanya gara-gara memikirkan apa hasil yang kita dapat. Padahal yang paling penting itu adalah usaha kerja kerasnya. Kan hasil tidak akan mengkhianati usaha, pasti sebanding kok. Kalau ngerasa belum sebanding, ya berarti usahanya belum sebanding. Jadi jangan dibanding-banding sampai pusing, gitu aja kok repot.... hehe. Nikmati saja prosesnya.
Oleh karena itu, saya teringat pada salah satu nasihat guru saya.. cobalah bergabung bersama NU di Mesir. Agar terciprati keberkahan ulama-ulama NU, menambah relasi dan pengalaman, ya pokoknya banyak bergabunglah dengan orang-orang yang mengikuti jalannya orang-orang sukses terdahulu.
Ya... NU (Nahdlatul Ulama), ormas Islam terbesar di Indonesia yang sudah menyebar di beberapa di negara, termasuk salah satunya Mesir. Pada 2 hari terakahir bulan Agustus (30-31/7), PCINU Mesir sukses menyelenggarakan OPABA (Orientasi Penerimaan Anggota Baru) PKD PC GP Anshor angkatan III dan LKD PCI Fatayat NU Mesir angkatan I.
Acara ini juga dihadiri oleh para tokoh Nahdlatul Ulama, baik secara langsung maupun virtual zoom meeting. Adapun beberapa penyesalan yang saya dapat setelah mengikuti OPABA PCINU Mesir 2022 adalah sebagai berikut.
- Belum sempat menelaah kembali NU lebih dalam lagi
Hal ini senantiasa menjadi penyesalan rutinitas ketika saya mengikuti event-event NU, sering kali saya berpikir "saya mengaku warga nahdliyin, tapi saya sendiri yang belum paham apa makna nahdliyin tersebut". Namun, setidaknya ketika kelas 10 saya pernah membaca beberapa buku yang berkaitan dengan NU itu sendiri. Salah satunya adalah novel "Penakluk Badai" karya Gus Aguk Irawan. Yang novel itu menjadi bekal utama saya dalam langkan awal memahami asal-usul NU.
- Sering kali lupa untuk mendo'akan para ulama NU terdahulu
Istilah hadiyahan, tawasulan, tahlilan, dsb yang menjadi ciri khas warga nahdliyin tersebut belum menjadi amaliyah rutin dalam kehidupan saya, tapi setidaknya ketika di Mesir ada lingkungan yang mendukung untuk setiap pekannya melakukan kegiatan tersebut. Hal ini juga sering kali menjadi boomerang bagi saya sendiri yang mengaku warga nahdliyin tapi tidak paham amaliyahnya.
- Belum bisa berkhidmat lebih dalam kepada NU