Mohon tunggu...
Suka Adi
Suka Adi Mohon Tunggu... Guru - Penulis Legenda

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Pejuang Polisi Intelijen Pandergoen di Nganjuk (3)

20 Juni 2019   06:18 Diperbarui: 20 Juni 2019   06:46 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama  Dipenjara  di  Kertosono, Akses  Intelijen  Pandergoen  Terputus

NGANJUK -- Kompasiana -- Pandergoen selama menjalani hukuman di penjara Kertosono, akses informasi kepada para pejuang tentang Belanda di Nganjuk terputus.  Sehingga, Belanda leluasa melancarkan aksinya kepada para pejuang, karena pergerakannya tidak terendus oleh mata-mata di Nganjuk.

Pada 14 April 1949 sekitar pukul 20.00 WIB, Belanda kembali berhasil menduduki kota Nganjuk. Situasi ini memaksa Iptu A. Wiratno Puspoatmojo, saat menjabat Kepala Polisi Kabupaten Nganjuk (sebutan sekarang kapolres) untuk mengambil tindakan cepat.

Kapolres Wiratno memerintahkan anggotanya untuk melaksanakan patroli dan penyisiran ke daerah pinggiran untuk mempertahankan wilayah serta melindungi masyarakat Nganjuk. Selain itu juga untuk mencegah agar pasukan/tentara Belanda yang berusaha memasuki wilayah Nganjuk lewat perbatasan tidak bertambah banyak.

Sedikitnya ada dua regu yang diperintah oleh Kepala Polisi Kabupaten Nganjuk untuk patroli. Satu regu bergerak ke arah sektor selatan, berkedudukan di Desa Nglaban Kecamatan Loceret, dipimpin langsung oleh Kepala Polisi Kabupaten Iptu. A. Wiratno Puspoatmojo.

Satunya lagi, di sektor utara dipimpin Pembantu Inspektur Polisi II Pagoe Koesnan. Rombongan patroli sektor utara dipimpin Agen Polisi I Soekardi, beranggotakan 17 polisi istimewa. Rombongan sektor utara bermarkas di Dukuh Turi, Desa Ngadiboyo, di sebuah Loji (sebutan bangunan Belanda ), yakni perumahan milik Perhutani Nganjuk.

Akhirnya terjadi pertempuran sengit di Dusun Turi Desa Ngadiboyo Kecamatan Rejoso. Pertempuran para pejuang polisi istimewa melawan tentara Belanda, 15 April 1949 tersebut dikenang sebagai "Tragedi Ngadiboyo".

Sedikitnya 12 pejuang polisi meninggal, 3 luka berat, dan dua selamat, Tiga korban luka berat, yakni Lasimin, Sukidjan alias Oeripno, dan Suparlan. Sedangkan dua pejuang yang berhasil lolos, yakni Agen Polisi II Ramelan dan Agen Polisi II Suripto. Ramelan kabur dari kepungan tentara Belanda dengan membobol pintu belakang Loji.

Sementara, 12 pejuang Polri gugur, yaitu; (1) Agen Pol Kelas II Bagoes, (2) Agen Pol Kelas II Diran / Sogol, (3) Agen Pol Kelas II Laiman, (4) Agen Pol Kelas II Soekatmo, (5) Agen Pol Kelas II Moestadjab, (6) Agen Pol Kelas II Soemargo, (7) Agen Pol Kelas II Sardjono, Agen Pol Kelas II Saimun, (8) Agen Pol Kelas II Samad, (9) Agen Pol Kelas II Masidi, (10), (11) Agen Pol Kelas II Simin, dan(12) Agen Pol Kelas II Musadi.

Menyusul tragedi Ngadiboyo yang menewaskan banyak korban pejuang polisi, pada tanggal 22 April 1949, sekitar pukul 09.00 WIB, Kapten Kasihin bersama anggota tentara yang lain berjuang melawan Belanda di wilayah Tanjunganom. Salah satu saksi sejarah yang mengetahui pasti gugurnya Kapten Kasihin adalah Kabul, anak Rasio (alm), warga Dusun Tawangsari, Desa Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom.

Kabul mengatakan saat terjadinya serangan Belanda, pagi itu, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari kejauhan yang ternyata berasal dari area persawahan yang tak jauh dari rumah Kabul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun