Mohon tunggu...
Maz Black
Maz Black Mohon Tunggu... Buruh Harian Lepas

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dana Desa: Harapan Pembangunan atau Ajang "Sunat" Masal?

21 Februari 2025   14:08 Diperbarui: 21 Februari 2025   14:08 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana pedesaan (Sumber: freepik.com)

Sebagai seorang perantau asli Jawa Tengah, setiap beberapa kali dalam setahun atau kadang setahun sekali, saya menyempatkan pulang kampung alias mudik karena masih ada orang tua di kampung. Nah, di momen mudik inilah terkadang saya sempatkan berkeliling kampung untuk melihat sudut kampung. Ada perubahan apa sih di kampung saya setelah lama kutinggalkan? Karena bagi saya, perubahan akan tampak jika kita tidak intens melihatnya setiap hari. Namun, kadang saya suka berbisik dalam hati, "Ah, ternyata masih sama saja kampung saya." Jalan yang dulu, setahun atau dua tahun yang lalu seperti ini, sekarang juga masih seperti itu-itu saja. Bahkan, pernah sekali waktu ada pengecoran jalan di kampung saya. Di sana terpampang papan pengumuman dari mulai dana yang digunakan hingga kontraktornya. Saya coba mengecek hasilnya, saya amati, dan saya heran. Ada ya proyek dengan dana yang menurut saya cukup besar, tetapi hasilnya ya biasa-biasa saja, bahkan jauh dari ekspektasi. Saya kaget, masa sih coran jalan tidak ada besinya? Lalu, saya coba ngobrol dengan tetangga untuk menanyakan perihal itu, dan saya lebih kaget lagi dengan jawabannya, "Biasa mas, di sunat hehe." Ah, lagu lama dalam hati saya.

Kasus-kasus penyalahgunaan dana desa memang bukan lagi sekadar isu, tetapi fakta yang sudah terbukti dengan banyaknya kepala desa yang tertangkap karena korupsi. Dari tahun ke tahun, kita bisa melihat berbagai berita tentang kepala desa yang ditangkap karena terbukti menggelapkan dana desa untuk kepentingan pribadi. Misalnya, di tahun-tahun terakhir ini, beberapa kepala desa di berbagai daerah tertangkap tangan oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya. Ada yang menggunakan dana desa untuk membeli mobil mewah, membangun rumah pribadi, bahkan ada yang nekat berjudi di luar negeri.

Salah satu kasus yang cukup menghebohkan adalah di daerah Jawa Timur, di mana seorang kepala desa terbukti menyelewengkan dana hingga miliaran rupiah. Modusnya beragam, mulai dari mark-up anggaran proyek pembangunan, pengadaan fiktif, hingga pencairan dana yang tidak sesuai peruntukan. Beberapa waktu lalu, seorang kepala desa di Sumatera ditangkap karena dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan malah digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk berlibur ke luar negeri bersama keluarganya.

Ironisnya, di saat warga desa masih kesulitan mendapatkan akses air bersih, listrik, dan jalan yang layak, dana desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan mereka justru dikorupsi oleh oknum yang seharusnya menjadi pemimpin dan pelayan masyarakat. Ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap dana desa masih lemah, dan transparansi dalam pengelolaannya harus terus diperkuat.

Dana Desa: Janji Manis yang Masih Dipertanyakan

Sejak diluncurkan pada tahun 2015, program Dana Desa digadang-gadang sebagai solusi untuk pemerataan pembangunan di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan. Pemerintah berharap dengan adanya alokasi dana ini, desa-desa bisa lebih mandiri dan infrastruktur di daerah terpencil dapat berkembang lebih pesat.

Namun, apakah benar dana ini telah membawa perubahan signifikan? Ataukah justru lebih sering menjadi "lahan basah" bagi oknum yang tidak bertanggung jawab?

Pembangunan Ada, tapi Apakah Benar-benar Berdampak?

Tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa desa memang mengalami perubahan yang cukup pesat setelah adanya Dana Desa. Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan irigasi mulai dibangun. Beberapa program pemberdayaan masyarakat juga mulai berjalan.

Namun, di banyak tempat, pembangunan ini sering kali hanya terlihat di permukaan. Misalnya, jalan desa yang baru dicor tetapi dalam hitungan bulan sudah mulai retak. Atau proyek irigasi yang dibuat asal-asalan sehingga tidak benar-benar memberikan manfaat bagi para petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun