Mohon tunggu...
Maz Black
Maz Black Mohon Tunggu... Buruh Harian Lepas

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Tuntutan THR untuk Ojol: Kewajaran atau Kemanjaan?

21 Februari 2025   07:59 Diperbarui: 21 Februari 2025   07:59 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ojek online (Sumber: https://www.freepik.com/author/user26775451)

Perbandingan dengan Negara Lain: Bagaimana Dunia Mengatasi Isu Ini?

  1. Inggris: Mahkamah Agung Inggris dalam putusannya pada tahun 2021 memutuskan bahwa pengemudi Uber bukan mitra, melainkan pekerja yang berhak atas upah minimum, jaminan sosial, dan cuti berbayar. Putusan ini membuat Uber harus mengubah model bisnisnya di negara tersebut.
  2. Amerika Serikat: Beberapa negara bagian seperti California sempat mengesahkan Undang-Undang AB5 yang mengharuskan perusahaan ride-hailing memperlakukan driver sebagai karyawan. Namun, Uber dan Lyft melawan aturan ini dan memenangkan referendum yang mengizinkan mereka tetap menggunakan model kemitraan.
  3. Spanyol: Pemerintah Spanyol telah menerapkan aturan di mana perusahaan ride-hailing wajib memperlakukan mitra driver sebagai pekerja dengan hak penuh.
  4. India: India masih berada dalam perdebatan panjang terkait status pekerja gig. Sejumlah serikat buruh mulai menekan pemerintah untuk memberikan perlindungan yang lebih baik.

Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa perdebatan tentang status pekerja gig bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Negara-negara maju mulai melindungi pekerja gig, sementara di Indonesia, status mereka masih menggantung.

Solusi: Jalan Tengah yang Fair

Daripada terus bersitegang, perlu ada skema kesejahteraan alternatif yang bisa menjadi solusi bagi kedua pihak. Misalnya:

  1. Bonus Insentif Hari Raya: Daripada THR dalam bentuk formal, perusahaan ride-hailing bisa memberikan bonus berbasis performa menjelang hari raya.
  2. Program Dana Sosial: Dibentuk dana kolektif yang dapat digunakan pengemudi dalam kondisi darurat atau kebutuhan hari raya.
  3. Asuransi dan Perlindungan Kesejahteraan: Jika THR sulit diberikan, maka setidaknya pengemudi harus mendapatkan perlindungan kesehatan dan kecelakaan yang lebih baik.
  4. Regulasi yang Jelas dari Pemerintah: Pemerintah harus memperjelas status hukum pekerja gig agar tidak terus menjadi area abu-abu.

Kesimpulan: Membangun Ekosistem yang Berkeadilan

Pada akhirnya, perdebatan soal THR untuk ojol adalah cerminan dari bagaimana hukum dan realitas bisnis seringkali berjalan di jalur yang berbeda. Jika perusahaan benar-benar ingin mengandalkan mitra sebagai bagian dari ekosistemnya, maka ada kewajiban moral untuk memastikan kesejahteraan mereka. Namun, jika tuntutan THR dianggap sebagai hak penuh, maka perusahaan juga berhak merevisi seluruh skema kemitraan menjadi hubungan kerja yang lebih jelas.

Pemerintah harus mengambil peran lebih aktif dalam menentukan nasib pekerja gig di Indonesia. Jika tidak, akan terus terjadi eksploitasi terselubung di mana mitra dianggap sebagai pekerja dalam kewajiban, tetapi bukan dalam hak.

Pertanyaannya, apakah kita siap mengubah seluruh sistem ride-hailing di Indonesia hanya demi satu tunjangan? Ataukah kita bisa menemukan jalan tengah yang adil tanpa harus merusak esensi dari ekonomi digital?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun