Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Senjakala Nasib Ormas sebagai Komponen Cadangan

21 Januari 2021   13:59 Diperbarui: 21 Januari 2021   14:09 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Proses pembentukan Komponen Cadangan itu sendiri terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari pendaftaran, seleksi, pelatihan dasar kemiliteran, dan penetapan. Seleksi meliputi seleksi administratif dan kompetensi yang terdiri dari test kesehatan, kemampuan, pengetahuan / wawasan, dan sikap calon. Dan setelah calon dinyatakan lulus, ia diwajibkan mengikuti pelatihan dasar kemiliteran selama 3 bulan pada lembaga pendidikan di lingkungan TNI dan/atau kesatuan TNI dengan diberi fasilitas uang saku, perlengkapan lapangan, perawatan kesehatan, dan perlindungan jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.

Setelah ditetapkan serta diangkat sebagai komponen cadangan sekaligus dilantik dengan mengucapkan sumpah / janji kemudian diberi surat keputusan pengangkatan dan tanda kelulusan pelatihan dasar kemiliteran. Bahkan bagi mereka yang telah dilantik akan diberikan pangkat yang mengacu pada penggolongan pangkat TNI. Walaupun pangkat tersebut hanya digunakan pada masa aktif sebagaimana dimaksud pada pasal 58 Ayat (3). Akan tetapi hal ini menegaskan bahwa komponen cadangan dimasa mendatang bisa dikatakan sebagai Combatant menurut hukum humaniter.

Kombatan (combatant) adalah orang-orang yang berhak ikut serta secara langsung dalam pertempuran atau medan peperangan. Sebagai Kombatan apabila tertangkap pihak musuh, akan dianggap sebagai tawanan perang (prisoner of war) dan berhak untuk diperlakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi Jenewa III tahun 1949. Sedangkan mereka yang dianggap sebagai Kombatan yaitu : Tentara Bersenjata (Militer reguler) dari suatu negara; Milisi dan korps sukarela atau dalam hal ini adalah komponen cadangan; Levee en masse; Gerakan perlawanan yang terorganisir (Organize Resistance Movement). Adapun tentara yang tidak ikut bertugas di garis depan medan pertempuran walaupun mereka sebenarnya adalah kombatan tapi bisa masuk katagori non combatant.

Jadi komponen cadangan yang menjadi satuan organik dengan TNI sebagai komponen utama merupakan combatant. Praktek tersebut berbeda dengan penggunakan ormas sebagai komponen cadangan, sebagaimana berjalan selama ini. Penggunaan ormas sebagai komponen cadangan lebih sesuai dengan doktrin pertahanan defensif aktif. Hal ini merupakan doktrin pertahanan negara yang dianut sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945. Doktrin tersebut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Bukan hanya itu, sistem pertahanan defensif aktif bersumber dari nilai-nilai kejuangan 1945 yang dijabarkan dalam bentuk Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), yang kemudian disebut Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta).

Dalam doktrin defensif aktif dimaksudkan bahwa kekuatan TNI dibangun untuk mempertahankan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus untuk melakukan antisipasi perkembangan lingkungan strategis. Sedangkan penggunaan komponen cadangan lebih berorentasi kepada strategi perang semesta yang memiliki ciri khas pengerahan seluruh sumber daya nasional. Disinilah kemudian peran ormas sebagai komponen cadangan mengalami senjakala, terutama ketika negara tidak melakukan re-orientasi terhadap potensi rakyat yang dibina oleh ormas. Sebab, membubarkan ormas begitu saja, selain tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 juga menyianyiakan potensi yang dimiliki oleh ormas sekaligus a-historis. Potensi ormas yang berserak dengan anggota mencapai ribuan serta masif merupakan ladang potensial untuk dimanfaatkan pihak ketiga.

TNI sebagai komponen utama perlu aktif menggelar operasi militer untuk mengatasi berbagai bentuk ancaman yang faktual dan potensial. Postur pembangunan kekuatan TNI yang dikenal dengan minimum essential force (MEF) merupakan jabaran dari sistem pertahanan negara defensif aktif. Jadi, bila TNI bisa lebih menonjolkan alutsista yang memiliki dampak penangkalan yang tinggi. Maka pemanfaatan ormas sebagai komponen cadangan sesungguhnya bisa lebih berpusat kepada doktrin Sishankamrata, terutama dalam penggunaan strategi perang gerilya dan perang semesta.

Penggunaan komponen cadangan dalam rangka perang semesta dan perang gerilya yang memobilisasi potensi rakyat di setiap daerah, dari berbagai strata sosial, maupun profesi bisa diberdayakan dengan maksimal sekaligus tidak terlalu membebani keuangan negara apabila dikanalisasi dengan baik melalui kesatuan ormas secara organik. Sebab, ormas sebagai kanalisasi komponen cadangan tentu lebih memungkinkan untuk bekerjasama dengan pihak swasta dalam melakukan pembinaan personil dari waktu ke waktu.

Keberadaan ormas yang sudah menyerupai paramiliter diberbagai daerah dengan berbagai keahlian dasar, peralatan dan uniform yang di peroleh dalam berbagai pelatihan semacam bela negara, baik yang diadakan oleh instansi pemerintah, militer, maupun ormas itu sendiri sudah sangat memadai sebagai suatu komponen cadangan organik. Apalagi ormas biasanya melakukan rekruitmen anggota baru untuk kemudian diikuti dengan berbagai program kegiatan dalam rangka memperkuat jiwa korps, loyalitas, dedikasi, patriotisme, pancasilais, termasuk pemberian keterampilan dalam hal kepemimpinan, tata kelola organisasi, dan lain sebagainya. Semua program itu dikemas melalui program pendidikan keanggotaan atau kaderisasi.

Namun dengan pelaksanaan Komponen Cadangan sebagaimana diatur oleh PP No. 3/2021 nampaknya posisi ormas sebagai bagian dari persemaian komponen cadangan akan mengalami senjakala. Orientasi kejuangan sebagai doktrin korps menjadi semu, sebagai civil society telah tergantikan oleh media massa dan sosial media, sebagai sarana rekrutmen kepemimpinan dan pejabat publik efektifitasnya tidak lagi memadai layaknya partai politik atau bahkan relawan pemenangan pemilu. Jadi harapan yang masih tersisa bagi ormas adalah menjadi sarana latihan kepemimpinan dan pendidikan non formal. Padahal pemberdayaan ormas sebagai manifestasi komponen cadangan sangat bernilai strategis, taktis dan sekaligus ekonomis bila diberdayakan dengan baik.

***---***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun