Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasihat Lama "Ojo Gumunan" untuk Solusi Kesenjangan

23 Februari 2020   00:35 Diperbarui: 23 Februari 2020   00:35 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumah tak layak huni (Foto: Dok. KemenPUPR)

Kalau untuk yang "ojo kagetan" sangat aktual, yaitu pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy tentang imbauan agar orang kaya menikahi orang miskin.

Tampak seperti orang kurang kerjaan, asal ngomong, dan ngawur. Padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Sekali lagi bila kita sedikit mau merenung. Ini bukan mencari pembenaran, atau sekadar bela diri.

Bukankah ada ungkapan lama: tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan yang di atas memberi, dan tangan yang di bawah menengadah alias mengemis, meminta, menerima.

Dalam bahasa agama pun banyak ayat dalam kitab suci yang menganjurkan orang kaya-mampu-berkelebihan membantu si miskin. Bentuk bantuannya bermacam-macam, diantara menyembelih hewan kurban, memberikan zakat- infak-sodakah.

Ada ketentuan pula bahwa 40 tetangga, di sekeliling rumah kita, merupakan saudara yang harus diprioritaskan dalam pemberian bantuan. Jangan ada diantara tetangga yang kelaparan dan kita diam saja, padahal kita punya kelebihan makanan.

Terkait hal itu maka pernyataan Muhadjir Effendy di atas buka hal yang luar biasa mengagetkan. Bukan pula ingin mengatur soal jodoh orang per orang. Khusus untuk muslim dapat mengacu pada ketentuan bahwa menikah diperbolehkan sampai 4 isteri bila dapat berlaku adil, dan dengan persyaratan tertentu.  

Dengan beberapa gambaran di atas maka sebenarnya mekanisme memperoleh solusi kesenjangan sudah di atur lengkap oleh aturan agama.

*

Lalu mengenai nasihat "ojo dumeh" pun tak sulit-culit mencari contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Lihat saja orang jor-jor membangun masjid yang paling megah, paling mewah, paling modern.

Sementara mungkin warga di sekitar masjid serba berkekurangan. Apa tidak lebih baik rumah mereka yang rusak, hampir rubuh, bocor, tanpa dinding, dan hal lain serupa itu didahulukan untuk diperbaiki.

Niatnya sama, untuk membangun masjid. Tetapi ada yang perlu diprioritaskan, yaitu memperbaiki rumah warga yang kurang mampu. Kegiatanitu sekaligus syi'ar untuk memakmurkan masjid.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun