Setiap pilkada selalu menyita perhatian. Pemberitaan masif dengan bumbu analisa yang obyektif maupun yang tendensius muncul berseliweran di media massa nasional atau minimal media massa lokal tempat pilkada dilangsungkan. Televisi menayangkan debat diantara para kandidat laksana pertarungan tinju plus komentator yang tak kalah serunya. Komentator selalu lebih percaya diri seakan lebih ahli dari petarungnya sendiri. Kenapa mereka tidak mencalonkan diri? Para simpatisan dan tim sukses pun beradu strategi. Semua itu dikemas menjadi tontonan dan bacaan yang menarik bagi peminat politik. Seperti gosip selebriti atau berita olahraga. Siaran langsung pilkada tertayang di rumah-rumah, ruang tunggu bandara sampai ruang tunggu cucian motor. Dimana-mana demam pilkada.
Melihat animo masyarakat dalam menyaksikan siaran pilkada, dan para sponsor iklan yang menyelingi tayangannya, mungkin perlu dikaji agar pilkada diserahkan ke rumah produksi profesional, atau kepada promotor tinju atau musik supaya bisa dikelola profesional. Televisi yang menayangkan diminta beli hak siar. Sponsor-sponsor dipersilahkan masuk. Baju peserta pilkada bisa ditempeli gambar-gambar sponsor seperti pembalap profesional. Dengan demikian negara tak perlu kasih uang kepada KPUD, para calon pun bisa terbantu dana kampanyenya.
Bagaimana menurut anda?