Mohon tunggu...
Sudirman Hasan
Sudirman Hasan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Asli Jombang dan kini mengabdikan diri di sebuah lembaga pendidikan di Malang. "Dengan menulis, aku ada. Dengan tulisan, aku ingin hidup seribu tahun lagi..."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Layanan Akad Nikah KUA Tutup, Haruskah Nikah Siri?

7 April 2020   12:45 Diperbarui: 7 April 2020   13:13 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanggal 2 April 2020, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam mengeluarkan Surat Edaran Nomor P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 yang berisi antara lain dihapusnya layanan akad nikah di KUA. Pasangan yang ingin segera melangsungkan akad nikah harus bersabar dan siap ditunda karena wabah Covid-19. 

Dalam surat edaran itu, disebutkan bahwa akad nikah yang dapat dilayani adalah  adalah permohonan akad nikah yang sudah didaftarkan sebelum 1 April 2020. Calon pengantin yang mendaftar mulai 1 April harus siap menunggu giliran menikah dalam waktu tidak ditentukan. Permasalahannya,  pernikahan adalah sebuah hajat hidup manusia yang harus dilaksanakan ketika sudah bertemu jodoh yang selama ini diidam-idamkan. Oleh sebab itu, haruskah nikah siri menjadi solusi?

Nikah siri pada dasarnya tidak  dilarang di Indonesia karena secara agama nikah siri mendapat legalitas. Masalahnya,  nikah siri seringkali  menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Di antaranya adalah status pernikahan dari sudut pandang negara. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1,  disebutkan bahwa pernikahan dianggap sah apabila dilaksanakan sesuai dengan aturan agama masing-masing. 

Dalam fikih Islam, rukun nikah adalah adanya calon suami-istri, wali calon istri, mahar, saksi, dan proses ijab kabul. Pencatatan bukan menjadi rukun nikah. Namun, di Indonesia, pencatatan perkawinan menjadi penting karena tanpa buku nikah, perkawinan tersebut secara administrasi dianggap tidak sah sehingga anak yang dilahirkan dari pasangan ini tidak mendapat layanan administrasi kependudukan, salah satunya adalah mengurus akte kelahiran. Dampaknya cukup panjang. Anak yang lahir dari pernikahan siri akan mengalami kesulitan ketika tumbuh besar, misalnya saat akan mendaftarkan diri di sekolah formal atau mencari kerja karena akte kelahiran sering menjadi syarat mutlak dalam seleksi administrasi.

Masalah lain dari pernikahan siri adalah hak isteri yang sering ditelantarkan. Suami-istri ketika menikah telah diikat dengan hak dan kewajiban. Namun, ketika pernikahan itu tidak mendapatkan pengakuan negara, istri yang tidak mendapatkan nafkah dari suaminya tidak dapat menggugat suaminya atau mengurus perceraiannya di Pengadilan Agama. Akibatnya, perempuan menjadi korban dan sangat menderita ketika suami tidak bertanggung jawab. Apalagi, jika ia harus menanggung anak dari perkawinan siri itu. Bak sudah jatuh tertimpa tangga. Posisi istri pasti akan menjadi serba salah akibat  dari pernikahan ini.

Terakhir, pernikahan siri dapat menjadi ajang poligami bagi laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Karena proses  administrasi pernikahan tidak dilakukan  sehingga tidak terdeteksi, seorang laki-laki bisa mengatakan bahwa dirinya masih perjaka atau tidak punya isteri. Karena tidak ada yang tahu, maka pernikahan lelaki ini dapat dilaksanakan. Padahal, jika pernikahan ini terdaftar di KUA, maka KUA akan mengecek biodata calon suami di Simtem administrasi  online mereka  (simkah) sehingga tidak akan ada penipuan biodata.

Namun, karena niat baik untuk menikah tidak mendapat fasilitas, apakah dapat dijamin bahwa kedua mempelai dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal negatif, misalnya perzinaan? Ketika dua orang sudah berniat untuk menikah, apalagi sudah mendapat dukungan bulat dari keluarga besar mereka, biasanya keduanya akan sering pergi bersama bahkan menginap di suatu tempat. hal ini tentu akan menimbulkan masalah baru, yakni perzinaan dan hamil di luar nikah. Perzinaan pasti dilarang agama. Hamil di luar nikah juga menjadi problem karena anak yang dilahirkan akan mendapat stigma buruk karena dianggap anak luar nikah atau anak haram. 

Maka, dari uraian di atas, dapat disimpulkan,  bahwa pernikahan siri dapat menjadi solusi bagi pasangan yang benar-benar niat tulus untuk menikah demi terhindar dari perzinaan. Tentunya dengan catatan, bahwa kedua akan segera mengurus pernikahan mereka secara resmi secepatnya ketika layanan akad nikah sudah dibuka kembali. 

Jika keduanya masih mampu menjaga kehormatannya, maka pernikahan siri harus dihindari karena banyak menimbulkan masalah. Bukankah pernikahan itu ikatan suci yang harus dilindungi? Keluarga sakinah hanya akan bisa diwujudkan ketika semua pernikahan itu dilakukan sesuai dengan aturan agama dan negara. Wallahu a'lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun