Mohon tunggu...
Suci Munaya
Suci Munaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - sucinaya

mahasiswa manajemen

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Pro dan Kontra Penghapusan Premium dan Pertalite yang Akan Digantikan dengan RON 91

18 Januari 2022   13:40 Diperbarui: 18 Januari 2022   13:48 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Penghapusan Premium dan Pertalite bukan suatu solusi yang tepat dan menjadi sebuah delima di Indonesia. Mengapa demikian? Disatu sisi kualitas Premium dan Pertalite ini buruk bagi lingkungan, disisi lain daya beli masyarakat akan terpukul jika tiba-tiba BBM bersubsidi di hapus.

Memang Saat ini pemerintah berupaya mendorong penggunaan BBM yang ramah lingkungan. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang. Aturan tersebut mengatur mengenai rekomendasi penjualan BBM dengan research octane number (RON) 91. Dari Premium dan Pertalite menjadi RON dan Pertamax.  

Saya menilai, kunci utamanya adalah secepat apa pemerintah bisa merealisasikan rencana penghapusan Pertalite dari pasaran. Pertalite selama ini telah menjadi alternatif bagi masyarakat pada saat keberadaan Premium di pasaran kian sulit didapatkan. Di samping itu, harga Pertalite yang tidak terpaut jauh dari Premium telah menjadikan BBM jenis itu sebagai pilihan masyarakat untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

Emisi dari Premium dan Pertalite memang lebih besar dari pada RON dan Pertamax. BBM berangka oktan rendah ini didasari tujuan negara untuk memenuhi komitmen internasional menekan emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030 berdasarkan ratifikasi Paris Agreement, yang sudah dituangkan dalam Undang Undang No 16 Tahun 2016.

Sebanyak 34% dari emisi karbon berasal dari sektor energi, sedangkan transportasi menyumbang emisi 8,45%. Penggunaan BBM berkadar oktan tinggi dengan standar Euro 4 juga didukung Peraturan Menteri LHK No 20 Tahun 2017, yang mencantumkan anjuran untuk menggunakan bahan bakar jenis Euro 4, dengan oktan lebih dari 91 untuk mereduksi dampak buruk bagi lingkungan.

Bahan bakar dengan angka oktan 91 ke atas lebih efisien dan memiliki manfaat untuk kendaraan dengan kemampuannya untuk membersihkan endapan kotoran pada mesin hingga menjadi lebih awet dan terjaga dari karat.

Namun kalo dengan alasan pencemaran udara saya rasa tidak begitu,  karena pencemaran udara terbesar di Indonesia dan paling parah adalah asap pembakaran pabrik.  Pabrik yang menghasilkan asap akan memproduksi polutan seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan hidrokarbon. Bahan kimia tersebut dapat menyebabkan hujan asam yang berbahaya bagi lingkungan dan bangunan.

Jadi penghapusan Pertalite dan Premium akan membuat rakyat makin susah dan roda perekonomian makin lambat dan makin mahal karena tidak ada subsidi lagi. Kenapa beranggapan begitu? karena Indonesia belum bisa menjadi negara maju, jika ingin menerapkan untuk menjadi negara maju bukan lah dari infrastruktur atau hal lainnya, tapi pola pikir rakyatnya terlebih dahulu yang harus dibentuk, dengan melakukan  sosialisasi yang merata hingga pelosok negeri Indonesia. Dari situ, akan menimbulkan kenaikan-kenaikan harga, baik dari sisi transportasi dan juga bahan pokok. Bagi sisi transportasi umum akan merasakan dampak yang sangat besar karena BBM mengalami penaikan tetapi ongkos yang dibayarkan oleh pengguna transportasi umum tidak naik.

Namun perseroan tidak akan serta merta menghapus Pertalite. Namun,  perseroan akan melanjutkan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan lebih baik untuk mesin.

Pertamina juga memproyeksikan penjualan harian BBM, khususnya Premium akan menurun hingga 2024. Dari 23,9 ribu kiloliter per hari pada 2020 menjadi 13,8 ribu kiloliter per hari pada 2024. Premium yang beroktan 88 dinilai tak ramah lingkungan, di bawah batas ideal oktan 91.

Sebaliknya, konsumsi Pertamax akan terus digenjot. BBM dengan oktan 92 itu diproyeksikan akan dikonsumsi 29,9 ribu kiloliter per hari pada 2024. Sementara pada 2020, baru dikonsumsi 9,9 ribu kiloliter per hari.

Perlu diingat aspek terpenting dari Indonesia adalah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun