Mohon tunggu...
Subagio Waluyo
Subagio Waluyo Mohon Tunggu... Dosen - Taruna

Subagio S Waluyo, Lahir di Jakarta, 5 Maret 1958, sudah berkeluarga (1 istri, 5 anak, dan cucu), Pekerjaan sebagai dosen di FIA Unkris (1988 sampai sekarang), Pendidikan Terakhir S2 Administrasi Publik, Alamat Rumah Jalan wibawa Mukti IV/22, RT003/RW017, Jatiasih, Kota Bekasi 17422

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggoyang Menara Gading

22 Agustus 2019   06:59 Diperbarui: 22 Agustus 2019   20:11 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam Wiktionary (ensiklopedia multi bahasa) kata menara gading didefinisikan sebagai `tempat atau kedudukan yang serba mulia, enak, dan menyenangkan atau boleh juga tempat untuk menyendiri, misal tempat studi, yang memberi kesempatan untuk bersikap masa bodoh terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya` (https:// id.wiktionary.org/wiki/menara_gading). 

Kalau begitu memang patut orang-orang kampus alias makhluk akademis tinggal di menara gading karena mereka merasa nyaman dengan kedudukannya yang serba mulia. Bukankah mereka merasa mulia terutama para pengajar (dosen) karena sebutan dosen saja itu di mata masyarakat punya kelas tersendiri (lebih tinggi daripada guru di sekolah). 

Bukankah juga dianggap mulia karena punya berderet gelar akademis baik dari perguruan tinggi (PT) ternama  di negeri ini maupun lulusan luar negeri kelas dunia sehingga untuk menghormati mereka orang yang di bawahnya atau sesama teman sejawatnya menyapanya dengan `Pak Dosen`, `Doktor`, atau `Prof` (untuk professor)? 

Yang bukan teman sejawatnya (sekelas mahasiswa atau karyawan/pegawai PT) karena menyapanya dengan sapaan di atas setidak-tidaknya membuat "Sang Dosen", `Sang Doktor`, atau `Sang Profesor` merasa tersanjung dengan sapaan tersebut. 

Jangan coba-coba menyapa mereka dengan sapaan `Pak Guru` atau `Bu Guru` karena buat mereka sapaan itu hanya ada di tingkat pendidikan SD,SMP, SMA atau SMK. Menyapa mereka dengan sapaan seperti itu sama halnya juga merendahkan mereka.  Mudah-mudahan saja tidak semua dosen bawa perasaan (baper) seperti itu karena juga masih banyak dosen yang egaliter.

Itu baru dari segi sapaan `Sang Dosen` merasa nyaman. Tapi ada yang lebih jauh dari itu, yaitu `Sang Dosen` (yang menyandang S2, S3, atau profesor) merasa nyaman jika semakin jauh dari realitas kehidupan di sekitarnya. `Sang Dosen` itu artinya tidak/kurang peduli alias `cuek bebek` terhadap masalah-masalah sosial sekitarnya. Gimana gak `cuek bebek` kalau dari status saja mereka merasa lebih tinggi dari masyarakat biasa. 

Gimana juga gak `cuek bebek` kalau `Sang Dosen` yang telah mendapat tunjangan baik dari PT tempat mereka mengajar maupun dari pemerintah melalui sertifikasi atau tunjangan selaku guru besar membuat mereka merasa nyaman hidupnya. 

Dari besarnya tunjangan (belum termasuk tunjangan jabatan di PT mereka mengajar) lumayanlah asal tidak terpengaruh oleh gaya hidup yang semakin menggila. Kalau ada dosen punya gaya hidup hedonis, sering gonta-ganti hp atau sering menuruti apa maunya anak-istri yang juga hedonis,  memang tunjangan itu tidak akan mencukupi.  Akhirnya, dosen seperti ini sering `ngobyek` di luar kampus.

Istilah `ngobyek` di luar ditujukan pada dosen yang karena `ngoyonya` mengejar kebutuhan gaya hidupnya (termasuk kebutuhan hedonis anak-istrinya) dengan mengajar di beberapa perguruan tinggi. 

Terkadang juga ada dosen yang `ngobyek` cari proyek di beberapa lembaga-lembaga konsultan di luar kampus. Kalau sasaran obyekannya lembaga-lembaga semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) masih bolehlah karena masih banyak LSM yang idealis. Tapi, kalau LSM-LSM plat merah, yang jadi alat pemerintah sudah lain bab. 

Begitu juga perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di bidang penelitian, yang sudah jelas-jelas profit oriented lain lagi ceritanya. Jelas, perusahaan-perusahaan seperti ini terkadang hanya memanfaatkan orang-orang akademis untuk mencari keuntungan walaupun sekedar pasang nama agar proposalnya diterima oleh  instansi pemerintah tertentu. Karena `Sang Dosen` juga butuh pemasukan tambahan, terjadilah peristiwa mutual simbiosis. Sama-sama butuh, sama-sama cari keuntungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun