Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memikirkan Ulang Gereja Karismatik

31 Agustus 2018   23:53 Diperbarui: 1 September 2018   00:18 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "karismatik" memiliki muatan makna yang kental dengan aliran gereja tertentu. Gereja yang dipenuhi dengan berbagai macam manifestasi yang spektakuler, misalnya berbahasa roh, mendapatkan mimpi, mendapatkan penglihatan, mendengarkan bisikan roh baik secara visual maupun audiovisual, bahkan melihat langsung dan bercakap-cakap dengan Roh Kudus seringkali diidentikkan dengan aliran karismatik.

Karakteristik jemaat yang karismatik seringkali hanya dibatasi pada denominasi (aliran) tertentu, seolah-olah di luar denominasi itu pekerjaan Roh Kudus tidak diakui atau tidak ditekankan. Lebih parah lagi, mereka yang menamakan diri "karismatik" seringkali membatasi pekerjaan Roh Kudus pada hal-hal tertentu, misalnya bahasa roh dan mukjizat. Yang paling mengenaskan adalah penolakan mereka terhadap penyelidikan Alkitab yang mendalam. Yang terpenting adalah pemuasan emosi kita sendiri dalam relasi dengan Tuhan.

Namun kali ini kata "karismatik" bukan digunakan dalam kaitan dengan aliran tertentu, melainkan dengan sebuah gaya hidup tertentu. Apa yang membuat sebuah gereja bisa disebut sebagai gereja yang karismatik? Gereja yang karismatik menurut Alkitab adalah gereja yang memiliki harmonisasi umat dengan Allah, harmonisasi antar umat, dan melampaui dari hanya sekadar konteks ibadah.

Melalui artikel hari ini kita akan belajar bahwa karya Roh Kudus jauh lebih luas dan kreatif daripada asumsi banyak orang Kristen. Pencurahan Roh Kudus di Hari Pentakosta (2:1-11) dan kekuatan Injil (2:12-41) telah membawa perubahan hebat dalam diri jemaat mula-mula. Walaupun jemaat mula-mula bukan gereja yang sempurna -- ada kepalsuan (5:1-11) dan perselisihan (6:1-7) -- tetapi pasal 2:42-47 memberi gambaran yang positif dan patut untuk ditiru.

Batasan perikop

Jika kita membandingkan beberapa versi Alkitab, kita dengan mudah akan menemukan bahwa para penerjemah berbeda pendapat tentang batasan perikop di bagian ini. LAI:TB menyendirikan ayat 41 dari perikop di atasnya dan memposisikan ayat itu sebagai pendahuluan bagi perikop di bawahnya. NIV memperlakukan ayat 41 sebagai penutup dari perikop di atasnya. NRSV bahkan menyendirikan ayat 37-42 dan ayat 43-47. Hal ini bisa dipahami, sebab memang tidak ada pembagian perikop pada waktu penulis Alkitab menuliskan tulisan-tulisan mereka.

Hal ini membawa kita untuk mengambil sikap menentukan kaitan antara ayat yang satu dengan yang lain. Walaupun pilihan mana saja tidak terlalu mempengaruhi arti, pembagian perikop di NIV tampaknya lebih tepat. Ayat 41 lebih cocok dilihat sebagai respons orang banyak terhadap khotbah Petrus di ayat 14-40. Mereka tersentuh dengan khotbah Petrus dan bertanya: "Apakah yang harus kami lakukan?" (ayat 37). Petrus lalu memberikan jawaban (ayat 38-40), sehingga sangat wajar apabila kemudian dikisahkan bahwa mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Petrus (ayat 41).

Jika dipahami seperti penjelasan di atas, ayat 42-47 berfungsi menerangkan apa yang dilakukan oleh para petobat tersebut sesudah menjadi orang Kristen. Pertobatan massal saja tidak cukup. Euforia spektakuler dalam sehari tidak memadai. Kekristenan tidak boleh terpaku pada pertemuan akbar kebaktian kebangunan rohani. Kerohanian yang sudah dibangunkan perlu untuk dipelihara.

Tidak cukup bagi gereja untuk berdiam diri menikmati euforia karya Roh Kudus yang besar. Ada hal lain yang lebih penting yang harus kita lakukan, yaitu berada di dalam sebuah disiplin rohani: sesuatu yang bersifat rutin dan membutuhkan komitmen dan kesetiaan kita. Hal ini berdasar dari bagaimana gereja mula-mula bertekun dalam pengajaran para rasul, persekutuan, doa, pemecahan roti, dan sebagainya. Semua ini membutuhkan sebuah disiplin.

Roh Kudus yang memenuhi para rasul dan membuat khotbah mereka efektif tidak berhenti sampai di situ saja. Ia juga bekerja dalam diri jemaat mula-mula sehingga mereka memiliki gaya hidup yang berbeda. Ini jelas bukan hanya sebuah euforia spiritual sesaat. Pemunculan kata "bertekun" (proskartereo, ayat 42, 46) dan penggunaan berbagai kata kerja imperfek dalam teks Yunani (esan, 2:42, 44; egineto, 2:43; eichon, 2:44; epipraskon, 2:45; diemerizon, 2:45; eichen, 2:45; metelambanon, 2:46; prosetithei, 2:47) menunjukkan bahwa apa yang dilakukan gereja mula-mula di 2:42-47 dilakukan terus-menerus di masa lalu. Sesuai teks Yunani, kata "bertekun" di ayat 42 memayungi empat kata benda: pengajaran, persekutuan, pemecahan roti, dan doa (lihat mayoritas versi Inggris). Hal yang sama seharusnya terjadi pada gereja modern, walaupun bentuk konkret dari setiap gaya hidup itu bisa berubah sesuai dengan situasi zaman. Bentuk luar boleh berubah, nilai di dalamnya tetap tidak lekang. Apa saja gaya hidup gereja yang karismatik?

Bertekun dalam pengajaran para rasul (ay. 42a)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun