Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebesaran yang Sejati

17 Agustus 2018   16:04 Diperbarui: 26 Agustus 2018   04:34 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Godaan untuk mencari kebesaran yang semu merupakan hal yang bisa dipahami, walaupun hal ini tetap dipandang sebagai kekeliruan. Kita adalah manusia. Lebih tepatnya kita adalah manusia yang berdosa. Sebagai manusia yang berdosa, kita cenderung melakukan hal-hal yang menyukakan dan memuliakan diri kita sendiri. Kita menjadi orang-orang yang egois. Kita juga mendapati bahwa kesombongan dan popularitas adalah hal yang benar-benar menyenangkan. “Duduk di atas”, memiliki jabatan tinggi, dan memegang kekuasaan adalah hal-hal yang sangat membanggakan. Natur dosa dalam diri kita diperhadapkan pada objek yang benar-benar sesuai dengannya.

Tak cukup sampai di situ, kita juga hidup dalam dunia yang sudah rusak yang selalu menekankan bahwa popularitas, kuasa, dan jabatan adalah segala-galanya. Sehingga tanpa sadar, kita dengan mudah tergoda dan mulai mencari kebesaran yang semu. Karena itu artikel ini - dalam anugerah Allah Tritunggal - akan menuntun kita melihat jalan menuju kebesaran yang sejati. Kalau kita menginginkan kebesaran yang sejati di mata Tuhan, apa yang harus kita lakukan? Pembahasan dalam artikel ini akan bersumber dari Markus 10:35-45.

Pendahuluan

Sedikit perbedaan akan ditemukan apabila kita membandingkan perikop tersebut dengan Matius 20:20-28. Di dalam Matius 20:20-28, permintaan kepada Yesus dilakukan oleh ibu Yakobus dan Yohanes. Sehingga beberapa orang menganggap bahwa Alkitab telah memuat cerita yang keliru. Keberatan di atas dapat diatasi dengan menunjukkan bahwa meskipun permintaan kepada Yesus datang dari ibu Yakobus dan Yohanes, jawaban Yesus yang berupa pertanyaan di ayat 22 ternyata berbentuk jamak (ditunjukkan dengan fakta bahwa kalimat Yesus dijawab oleh mereka, bukan hanya oleh ibu Yakobus dan Yohanes). Dengan demikian jawaban yang berupa pertanyaan itu bukan hanya ditujukan kepada ibu Yakobus dan Yohanes, tetapi juga ditujukan kepada Yakobus dan Yohanes. Atau dengan kata lain, ada kemungkinan bahwa ibu Yakobus dan Yohanes berbicara terlebih dahulu dan kemudian permintaan itu diulangi oleh kedua putranya.

Penambahan keterangan “anak Zebedeus” di ayat 35 terkesan tidak terlalu diperlukan karena Yakobus dan Yohanes sudah muncul berkali-kali dalam cerita sebelumnya. Lalu mengapa di dalam cerita ini keterangan “anak Zebedeus” dimunculkan? Menurut para penafsir, Yesus adalah sepupu dari Yakobus dan Yohanes. Matius menekankan ibu dari Yakobus dan Yohanes, sedangkan Markus menekankan anak Zebedeus. Keterangan ini berkaitan dengan sebuah permintaan dalam kekeluargaan.

Di dalam LAI:TB, permintaan Yakobus dan Yohanes sedikit diperhalus dari kalimat dalam teks aslinya (“whatever we ask of you” RSV/NRSV). Saya bisa memahami mengapa Yakobus dan Yohanes mengajukan permintaan ini. Orang-orang kuno sangat mempertimbangkan unsur keluarga. Keterkaitan kekeluargaan masih sangat dihargai. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa saudara-saudara Yesus yang bertobat setelah Yesus bangkit (misalnya Yakobus) menjadi orang-orang penting dalam gereja mula-mula.

Selain itu, Matius 19:28 mencatat hal yang tidak dicatat dalam kisah paralelnya di dalam Markus 10:28-31. Fakta bahwa di sana dituliskan "... kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta..." menunjukkan bahwa memang wajar kalau mereka berdua mengajukan permintaan di Markus 10:37.

Bagaimanapun, saya juga tidak bisa memahami mengapa mereka mengajukan permintaan semacam ini. Sebab ini bukan kali pertama terjadi pertengkaran tentang siapa yang terbesar (Markus 9:33-37). Dengan kata lain, ini bukan kali pertama mereka menginginkan jabatan yang lebih tinggi. Seakan-akan tidak jera terhadap teguran Yesus di kali pertama, mereka mengulanginya kembali di Markus 10:37.

Selain itu, mereka selalu memperebutkan kekuasaan tepat setelah Yesus memberitahukan kematian-Nya (Mrk. 9:33-37 terjadi setelah 9:30-32; Mrk. 10:35 terjadi setelah Mrk. 10:32-34). Bahkan, ada peristiwa lain yang serupa di sekitar permintaan ini (Mrk. 9:35-36; 10:13-16) sebagai simbol dari kerendahan pada masyarakat kuno.

Godaan untuk sombong adalah godaan yang jauh lebih kuat daripada yang kita pikirkan. Kalau kita pernah ada "di atas", maka kita akan segera tahu betapa sulitnya untuk menjadi rendah hati. Bahkan, orang yang tidak punya apa-apa saja sudah bisa sombong. Inilah kekuatan dari kesombongan.

Penderitaan (ay. 38-39)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun